Nairobi (ANTARA News) - Pejabat penting PBB di Sudan Selatan, Sabtu mengatakan "tidak ada bukti" ditemukan mengenai laporan pembunuhan massal, tetapi memperingatkan bahwa 60.000 orang sangat memerlukan bantuan.

Hilde Johnson, Wakil Khusus PBB untuk Sudan Selatan, mengatakan laporan-laporan bahwa lebih dari 3.000 orang tewas pekan lalu ketika ribuan pemuda bersenjata menyerang daerah Pibor, negara bagian Jonglei tampaknya merupakan satu tanda bahaya yang palsu.

"Yang penting, kami tidak menemukan bukti yang mendukung tentang jumlah itu," katanya setelah mengunjungi daerah-daerah di mana 8.000 pemuda bersenjata mengamuk membakar rumah-rumah dan memaksa ribuan orang lari.

Dalam saling serang yang meningkat, satu milisi dari suku Lou Nuer pekan lalu bergerak ke Pibor, tempat tinggal suku Murle musuhnya,yang mereka tuduh melakukan penculikan dam merampas ternak.

Masih belum jelas sampai Sabtu berapa jumlah orang yang tewas tetapi sepertiga dari semua pondok mereka dibakar di daerah-daerah yang jadi sasaran, sekitar 60.000 orang terlantar dan sangat memerlukan bantuan,tambah Johnson.

"Warga mengungsi tanpa tempat penampungan, rumah-rumah mereka dibakar, dan ternak mereka dirampas," katanya.

Koordinator kemanusiaan PBB untuk Sudan Selatan, Lise Grande, pekan lalu mengatakan "puluhan, mungkin ratusan ribu" orang mungkin meninggal dalam aksi kekerasan terbaru di negara paling baru dunia itu, yang mendeklarasikan kemerdekaan enam buan lalu itu.

Johnson menegaskan bahwa pasukan perdamaian PBB melindungi para warga sipil dua permukiman terbesar negara itu, kota Pibor dan Lekongele.

Mandat kami adalah melindungi para warga sipil,dan kami telah lakukan," tambahnya.

Sudan Selatan mengumumkan Jonglei satu "daerah bencana" nasional sementara PBB mengatakan pihaknya akan melakukan operasi darurat "besar-besaran" untuk membantu mereka terlantar akibat aksi kkerasan itu.

"Operasi darurat ini merupakan yang paling sulit dan mahal di Sudan Selatan," sejak perang saudara Sudan berakhir tahun 2005,kata PBB sebelumnya.
(H-RN/H-AK)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2012