Jakarta (ANTARA) - Susu dikenal memiliki segudang manfaat untuk mendukung tumbuh kembang anak, pasalnya dalam fase tumbuh kembang, anak-anak sangat membutuhkan zat gizi makro seperti protein.

Guru Besar FKM UI Bidang Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH., menjelaskan protein terdiri atas senyawa kimia yang terdiri atas asam-asam amino yang fungsinya adalah membangun dan mengatur sel-sel tubuh.

"Tubuh memerlukan 20 jenis asam amino, dan 9 diantaranya adalah asam amino esensial yang didapat dari makanan. Makanan seperti apa? Protein hewani memiliki asam amino lebih lengkap dibandingkan protein nabati. Susu adalah salah satu sumber protein hewani terbaik,” jawab Prof. Fikawati. Asam amino esensial yang lebih lengkap inilah yang akan mendukung kerja hormonal di dalam tubuh, termasuk hormon pertumbuhan," kata Prof. Sandra dalam siaran pers pada Senin.

Artinya pada anak yang kekurangan asupan asam amino esensial maka tubuhnya akan mengalami kekurangan hormon pertumbuhan. Inilah kemudian yang menyebabkan terganggunya regenerasi sel sehingga tubuh tidak tumbuh dengan baik, bahkan juga dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh.

"Akibatnya, massa otot tidak bertambah yang membuat anak susah berkembang atau bertumbuh. Lalu sering sakit karena sistem kekebalan tubuhnya lemah , juga dapat mengakibatkan stunting yang kemudian berpengaruh pada gangguan kognitif."

Baca juga: Manfaat ganti daging merah dengan telur dan susu bagi jantung

Baca juga: Manfaat susu kambing untuk kesehatan tubuh


Stunting

Adapun stunting menurut dr. Kurniawan Satria Denta M.Sc. SpA., adalah hasil dari asupan gizi yang tidak adekuat dalam waktu lama atau kondisi status gizi buruk yang dibiarkan dalam waktu lama.

"Kalau gizi buruk biasanya berat badannya tidak bertambah, tetapi jika sudah stunting tinggi badannya pun terpengaruh," kata dia.

Pada anak yang sudah mengalami stunting maka akan lebih sulit untuk dipulihkan daripada gangguan status gizi atau pertumbuhan lainnya. “Selain pendek, kerusakan akibat stunting sudah sampai ke otak. Dan hal sulit dipulihkan lagi!" kata dr. Kurniawan yang berpraktek di RS Mayapada, Jakarta tersebut.

Pemerintah menargetkan prevalensi stunting pada 2024 hanya 14 persen. Adapun angka stunting pada 2021 adalah 24,4 persen. Artinya pemerintah harus menurunkan 2,7 persen prevalensi stunting setiap tahunnya. Untuk mencapai target tersebut sudah disiapkan intervensi spesifik.

Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan, Dr. Erna Mulati, MSc-CMFM menjelaskan yang dimaksud dengan intervensi spesifik adalah intervensi yang dilakukan sebelum dan setelah anak lahir.

Intervensi sebelum anak lahir, sambung Erna, seperti pemeriksaan kehamilan, deteksi dini masalah kesehatan termasuk masalah gizi ibu hamil yang berpengaruh langsung pada pertumbuhan janin. Sedangkan intervensi setelah anak lahir adalah promosi pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan, pemberian MPASI dengan mengutamakan asupan makanan tinggi protein hewani, hingga pemantauan tumbuh kembang balita.

Lantas pada usia berapakah protein hewani idealnya diperkenalkan kepada anak? Sesuai dengan rekomendasi WHO maupun IDAI, 6 bulan pertama anak hanya mendapatkan ASI tanpa makanan tambahan lainnya. Setelah 6 bulan, mereka diperkenalkan dengan berbagai protein hewani maupun nabati. “Harus diingat prinsip pemberian MPASI adalah makanan dengan gizi lengkap dan seimbang. Jadi harus mengandung juga karbohidrat, lemak, vitamin serta mineral. MPASI tidak bisa menu tunggal, misalnya hanya lauk, sayur atau buah saja,” kata dr. Kurniawan.

Lebih lanjut dr. Kurniawan menyebutkan, mulai anak MPASI, susu bisa berperan sebagai sumber protein hewani yang melengkapi. Adapun sumber protein hewani lainnya adalah daging, ikan, atau telur. Untuk anak di atas 1 tahun, sambung dr. Kurniawan, ”Selain susu pertumbuhan, juga dapat diberikan susu UHT atau susu pasteurisasi.”
Kandungan Gizi yang Lengkap dalam Susu Mendukung Kebutuhan Mikronutrisi di Masa Remaja dan Ibu Hamil.

Konsumsi protein hewani di Indonesia

Dwi Listyawardani Penyuluh KB Ahli Utama BKKBN, menyebutkan pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 konsumsi protein hewani hanya 21,5 gr/kapita/hari. Artinya hanya sekitar 1/3 dari konsumsi protein keseluruhan yang mencapai 62,28 gr/kapita/hari.

Melihat masih rendahnya pemenuhan kebutuhan protein hewani, BKKBN pun mulai menyasar para calon pengantin. Karena ternyata 40 persen calon pengantin perempuan mengalami anemia dan 35 persen lagi dalam kondisi kekurangan energi kronik, ceking.

“Kondisi anemia lalu hamil, itu menjadi awal dari masalah kurang gizi pada bayi,” tegasnya. Melalui program Generasi Berencana yang menyasar remaja, BKKBN membentuk opini bahwa remaja yang sehat itu adalah yang Indeks Massa Tubuhnya >18,5. Artinya memastikan remaja putri dan calon pengantin pemenuhan nutrisi protein hewani merupakan salah satu strategi penting untuk mencegah stunting dari hulu.

Apalagi teknologi fortifikasi pada produksi susu bisa menambahkan zat yang tidak ada atau kurang seperti vitamin A, D, dan Fe (zat besi). Artinya susu bisa menjadi solusi pelengkap untuk mengatasi masalah anemia dan kekurangan gizi kronik yang banyak terjadi di remaja putri.

Selain itu konsumsi susu kini sudah praktis. Bisa diminum tanpa makanan pendamping apapun. "Susu bisa satu saja. Telur misalnya, harus dimasak, tidak mungkin mentah. Kalau produk dari susu tidak usah diapa-apa sudah tinggal dikonsumsi," imbuh Prof. Sandra Fikawati.

Sedangkan pada ibu hamil, kebutuhan akan asam folat sangatlah esensial untuk mengoptimalkan tumbuh kembang janin. Sehingga asam folat pada susu juga akan menjaga sistem kekebalan ibu hamil dan kehamilan yang dijalankan tetap sehat baik untuk janin maupun ibunya.

Baca juga: Menilik manfaat susu di setiap tahapan kehidupan

Baca juga: Manfaat susu kurma saat puasa

Baca juga: Manfaat kesehatan kurma direndam susu

Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022