Mataram (ANTARA) - Jaksa menuntut Luqmanul Hakim, tenaga ahli dari konsultan pengawas proyek pembangunan dermaga di kawasan wisata Gili Air, Nusa Tenggara Barat, hukuman 2 tahun penjara.

"Dengan ini memohon Majelis Hakim menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa Luqmanul Hakim selama 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Jaksa Ema Muliawati di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa,

JPU turut menyertakan permohonan, agar hakim menyatakan perbuatan terdakwa, yang berperan sebagai team leader dari CV Karya Mahardika 97, terbukti bersalah sesuai dakwaan subsider.

JPU dalam dakwaannya menguraikan bahwa terdakwa melakukan perbuatan pidana dengan melanggar Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Namun demikian, Ema menyampaikan jaksa tidak menemukan fakta yang mengungkap adanya bukti terdakwa menikmati atau menerima dana yang bersumber dari anggaran negara tersebut, baik dari hasil pemeriksaan saksi maupun dokumen dalam penyertaan sidang.

"Sehingga sesuai denan Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam dakwaan subsider yang mensyaratkan adanya pengembalian kerugian negara, itu tidak dibebankan kepada terdakwa," ujarnya.

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Kadek Dedy Arcana, Ema turut menyampaikan pertimbangan JPU yang memohon majelis hakim menjatuhkan putusan pidana tersebut.

Salah satu pertimbangan yang meringankan tuntutan  adalah iktikad baik terdakwa dalam upaya pemulihan kerugian negara Rp782 juta yang muncul dari hasil hitung oleh ahli.

"Karena itu, uang Rp75 juta yang dititipkan terdakwa melalui rekening lain milik kejaksaan, dinyatakan sebagai upaya pemulihan kerugian negara," ujarnya.

Dalam proyek pembangunan dermaga di kawasan wisata Gili Air pada Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Lombok Utara Tahun Anggaran 2017, muncul kerugian negara -- berdasarkan hasil hitung ahli -- sebesar Rp782 juta dari nilai kontrak Rp6,28 miliar.

Luqmanul Hakim yang mendapat kuasa dari Direktur CV Karya Mahardika 97, Slamet Waloejo, sebagai pemimpin pengawasan proyek tersebut dinyatakan telah lalai dalam tugas.

Pernyataan itu pun dibuktikan jaksa dari kajian ahli konstruksi yang menemukan kurangnya volume pekerjaan dengan nilai pengganti kerugian senilai Rp98,138 juta.

Kemudian, muncul kerugian lain dari kelebihan pembayaran yang meliputi tiga item. Nilainya mencapai Rp684,238 juta.

Konsultan pengawas yang berada di bawah kendali terdakwa, juga telah menyetujui perubahan volume pekerjaan pemancangan yang tidak berdasar pada kajian teknis maupun adendum kontrak.

Luqmanul Hakim bersama Direktur CV Karya Mahardika 97, Slamet Waloejo juga menerbitkan rekapitulasi kemajuan pekerjaan yang menyatakan telah mencapai 100 persen, namun pada faktanya pekerjaan tersebut belum selesai.

Baca juga: Polda NTB tahan lima tersangka korupsi proyek dermaga di Gili Air

Baca juga: Polda NTB koordinasikan hasil audit dugaan korupsi Dermaga Gili Air

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022