Jakarta (ANTARA News) - Massa`yang menamakan diri Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-hak Rakyat Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan gerbang utama Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis, menuntut DPR RI dan pemerintah membatalkan lima undang-undang yang dinilai merugikan rakyat.

Mereka menyatakan adalah aliansi dari 77 organisasi petani, buruh, masyarakat adat, perempuan, pemuda, mahasiswa, perangkat pemerintah desa, dan lembaga swadaya masyarakat, di antaranya adalah Serikat Petani Indonesia, Serikat Petani Pasundan, Aliansi Gerakan Reforma Agraria, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, serta Wahana Ligkungan Hidup Indonesia.

Koordinator Umum Aksi Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-Hak Rakyat, Agustiana melalui pernyataan sikapnya menyatakan, masalah utama agraria di Indonesia adalah konsentrasi kepemilikan, penguasaan, dan pengusahaan sumber-sumber agraria hanya pada segelintir orang.

Padahal, kata dia, puluhan juta rakyat Indonesia hanya memiliki tanah sempat dan lebih ironis lagi jutaan rakyat Indonsia lainnya tidak memiliki tanah dan tempat tinggal.

"Di tengah ketimpangan tersebut perampasan terhadap tanah rakyat masih terus terjadi," katanya.

Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-hak Rakyat Indonesia, kata Agustiana, menilai pengalihan hak tanah rakyat tersebut masih terjadi karena adanya persekongkolan antara pemerintah, DPR RI, dan korporasi.

Mereka, katanya, dengan kekuasaannya membuat dan melaksanakan amanat UU yang dampaknya merugikan rakyat.

Karena itu, Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-hak Rakyat Indonesia, menuntut agar DPR RI dan pemerintah mencabut lima UU yang dinilai merugikan rakyat.

Kelima undang-undang (UU) tersebut adalah, UU No 18/2004 tentang Perkebunan, UU No 7/2004 Sumber Daya Air, UU No 4/2009 tentang Minerba, UU No 41/1999 tentang Kehutanan, dan UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal.

Aturan perundangan tersebut, menurut dia, memudahkan pengalihan tanah rakyat, tanah adat, maupun hutan, secara sepihak kepada kepentingan pemodal.

Salah seorang pengunjuk rasa, Hendri Saragih dari Serikat Petani Indonesia (SPI) mengatakan, kelima UU tersebut yang sering menjadi pemicu konflik antara`petani dan aparat.

Menurut dia, SPI mendesak agar DPR RI segera membentuk Pansus Agraria untuk menyelesaikan persoalan pertanahan yang dinilai merugikan petani.

Melalui Pansus Agraria, kata dia, bisa mendorong untuk membatalkan kelima UU yang dinilai banyak merugikan rakyat.

Aksi unjukrasa dengan massa lebih dari 100 orang itu juga diwarnai dengan robohnya pagar sebelah kanan gerbang utama Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, sekitar pukul 15.00 WIB.

Para pengunjuk rasa tampak tetap bertahan di depan pintu gerbang hingga petang, sementara itu aparat dari kepolisian berjaga-baga baik di bagian luar maupun di bagian dalam gerbang utama Gedung MPR/DPR/DPD RI. (R024)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012