Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Citibank Indonesia Helmi Arman Mukhlis mengatakan defisit anggaran Indonesia sangat memiliki potensi untuk terealisasi di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023.

Hal tersebut, menurut dia, sesuai dengan target pemerintah terkait konsolidasi fiskal 2023 yaitu mengembalikan defisit anggaran ke level 3 persen pada 2023 setelah diizinkan di atas 3 persen melalui UU Nomor 2 Tahun 2020.

“Yang terjadi pada 2023 adalah defisit kembali ke 3 persen atau kurang dari 3 persen. Apa masih mungkin? Kami pikir begitu. Kami pikir itu masih mungkin,” katanya dalam acara Asian Development Bank Indonesia bertajuk Indonesia Development Talk 6,  di Jakarta, Rabu.

Helmi menuturkan defisit anggaran tahun depan berpotensi di bawah 3 persen karena terdapat beberapa faktor pendukung termasuk sangat terkendalinya pandemi COVID-19.

Ia menjelaskan, kasus COVID-19 di Indonesia yang sangat terkendali nantinya menyebabkan pengeluaran pemerintah untuk penanganan sektor kesehatan khususnya terkait pandemi ini akan turun. Pengeluaran-pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan dalam penanganan pandemi tersebut seperti biaya vaksinasi dan biaya rawat inap pasien COVID-19.

Realisasi vaksinasi COVID-19 per 7 Juni 2022 pukul 18.00 WIB telah mencapai 96,34 persen atau 200,65 juta untuk dosis pertama, 80,58 persen atau 167,82 juta dosis kedua dan 22,52 persen atau 46,91 juta dosis ketiga.

“Biaya vaksinasi dan biaya rawat inap untuk COVID-19 ini kemungkinan besar bisa turun banyak tahun depan,” ujar Helmi.

Selain dari sisi pengeluaran pemerintah dalam rangka penanganan COVID-19, faktor lain yang mendorong defisit di bawah 3 persen adalah adanya pijakan ekonomi yang lebih kokoh.

Pijakan ekonomi yang kokoh ini salah satunya bisa dilihat dari sudah banyaknya lapangan pekerjaan yang tercipta sehingga pemberian subsidi dari pemerintah diperkirakan turun.

Terlebih lagi, Helmi memperkirakan harga komoditas global terutama minyak akan turun pada tahun depan sehingga semakin menambah optimisme defisit anggaran di bawah 3 persen.

Di sisi lain, katanya, harga batubara dan minyak sawit yang juga akan turun akan menyebabkan pendapatan negara di sektor sumber daya alam (SDA) akan lebih rendah.

“Namun kami kira dampaknya masih positif bagi anggaran, artinya masih bisa menurunkan defisit fiskal. Tapi yang perlu kami soroti adalah keputusan untuk tidak menaikkan harga BBM,” katanya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022