Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 berkepanjangan telah mengubah pola hidup masyarakat, termasuk para pekerja, sehingga memunculkan tantangan baru dalam manajemen tenaga kerja.

Penyedia solusi teknologi manajemen tenaga kerja untuk perusahaan, StaffAny, menyatakan ada tiga tantangan baru yang terus berkembang dan menuntut kebutuhan akan standar digitalisasi manajemen tenaga kerja.

Tiga tantangan baru itu, pertama adalah meningkatnya jumlah pekerja lepas (freelancer). Pandemi mendorong semakin banyak pelaku usaha yang memilih menggunakan pekerja lepas dibandingkan pekerja formal.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021, jumlah pekerja lepas alias freelancer meningkat hingga 26 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu mencapai 33,34 juta.

Baca juga: Kisah Christopher Farrel, usia 18 tahun jadi CEO dan kerja di Google

Baca juga: Aroundus, platform bursa kerja untuk artis pemula Korea


Tren ini tidak hanya terjadi di Indonesia. World Bank juga mencatat bahwa jumlah pekerja freelance tumbuh 30 persen setiap tahunnya, yang didominasi segmen usia 18-44 tahun.

Kedua adalah meningkatnya kebutuhan komunikasi berbasis teknologi. Seiring dengan dinamika metode kerja yang berubah, maka perusahaan pun membutuhkan platform komunikasi berbasis teknologi untuk memudahkan transparansi alur kerja dan koordinasi antar anggota tim.

Itulah mengapa, kehadiran platform panggilan konferensi (seperti Zoom, Google Meets) dan platform koordinasi kerja (seperti Slack, Microsoft Teams, dan StaffAny) mengalami lonjakan penggunaan yang signifikan sejak pandemi.

Ketiga, sebagian besar karyawan (89 persen) mengaku mengalami kelelahan ekstrem (burn out), terutama di tengah keadaan yang terus berubah. Oleh karena itu, divisi HR & personalia memiliki pekerjaan rumah yang lebih besar, yaitu berfokus pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan karyawan.

Ketika dua aspek tersebut tidak dijaga dengan seimbang, maka karyawan bisa mengundurkan diri untuk mencari alternatif yang lebih baik.

Seiring dengan perubahan tersebut, StaffAny pun berencana untuk melangkah lebih jauh dengan mempersiapkan solusi khusus untuk meminimalisir turnover staf. Ke depannya, selain manajemen waktu dan shift, StaffAny juga akan membantu pelaku usaha untuk meningkatkan interaksi dan engagement dengan para karyawan.

"Kami melihat bahwa 60 persen bisnis baru gagal dalam dua tahun pertama karena manajemen staf dan perencanaan sumber daya yang kurang profesional. Karena itu, kami mengajak semua pelaku industri, terutama di sektor F&B untuk bisa meninggalkan cara lama dan merangkul sistem baru yang lebih efektif, transparan, dan menjawab kebutuhan SDM masa depan," kata Janson Seah, CEO dan Co-Founder StaffAny, dalam siaran pers, Rabu.

StaffAny, aplikasi yang dibuat untuk membantu UKM dalam manajemen pegawai shift, baru-baru ini juga mengumumkan beberapa pencapaian perusahaan semenjak perolehan dana segar seri-A senilai Rp48,8 miliar (SGD$4.6 juta) yang dipimpin oleh GGV Capital pada January 2022 lalu.

Aplikasi StaffAny mengumumkan bahwa mereka telah membantu klien-kliennya memonitoring lebih dari 17,6 juta jam karyawan dan membantu mereka menghemat 507 ribu jam kerja. Rata-rata klien StaffAny berhasil menghemat sekitar Rp255 juta (SGD$24,000) per tahun semenjak menggunakan platform StaffAny.

Kesuksesan ini tercapai beberapa saat setelah pengumuman peluncuran produk terbaru ‘Startup Plan’ yang dapat digunakan oleh para pemilik bisnis secara gratis.

Semenjak diluncurkan pada Maret 2022, Startup Plan telah menggaet lebih dari 400 pengguna institusi. Melihat popularitas ini, Startup Plan kini juga dibuka untuk perusahaan rintisan baru yang berusia di bawah 1 tahun (dengan jumlah tim di bawah 25 orang).

Baca juga: StaffAny sediakan Start Up Plan bantu perusahaan rintisan

Baca juga: Raih pendanaan Rp1,3 T, eFishery buka rekrutmen karyawan kerja WFA

Baca juga: Strategi efisiensi proses kerja guna tingkatkan penghasilan startup

Pewarta: Suryanto
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022