harus didukung penggunaannya bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaannya
Jakarta (ANTARA) - Hasil kajian dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan produk tembakau yang dipanaskan memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.

“Produk tembakau yang dipanaskan tidak sepenuhnya bebas risiko. Namun, produk ini terbukti memiliki profil risiko kesehatan lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional,” ujar anggota Tim Pengkaji dari Sekolah Farmasi ITB, Prof Dr rer nat Rahmana Emran Kartasasmita MSi, dalam diskusi terpumpun di Jakarta, Rabu.

Dia menambahkan seiring perkembangan teknologi dan inovasi yang didukung dengan penelitian selama dua dekade terakhir, lahir ragam produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun kantong nikotin.

Kehadiran dari produk tersebut dapat digunakan untuk membantu perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaannya karena memiliki profil risiko yang jauh rendah daripada rokok konvensional.

“Produk tembakau alternatif harus didukung penggunaannya bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaannya. Sekarang, tersedia produk tembakau alternatif yang terbukti memiliki paparan zat berbahaya (harmful and potentially harmful constituents atau HPHC) yang lebih rendah daripada rokok,” tambah Emran.

Baca juga: GATS: Pengguna rokok elektrik di Indonesia naik signifikan
Baca juga: Tiga fakta soal nikotin yang perlu Anda ketahui

Dia menjelaskan Sekolah Farmasi ITB melakukan kajian literatur ilmiah berbasis kajian risiko terhadap produk tembakau yang dipanaskan. Kajian itu dilakukan berdasarkan metode standar yang dilakukan di seluruh dunia untuk menghitung perkiraan tingkat risiko.

Pihaknya mengacu pada lembaga-lembaga dunia seperti, WHO (World Health Organization), IARC (International Agency for Research on Cancer, suatu lembaga di bawah WHO), CDC (Centers for Disease Control and Prevention), dan US-EPA (Environmental Protection Agency) dalam proses kajiannya.

Proses kajian risiko yang dilakukan oleh Prof Emran dan tim melalui beberapa tahapan, yaitu penelusuran literatur independen dan publikasi ilmiah untuk mencari data kualitatif dan kuantitatif terkait berbagai senyawa dalam produk tembakau yang dipanaskan dan standard cigarette sebagai komparator, serta penggolongan karsinogenitasnya dengan merujuk pada IARC.

Baca juga: Anak sasaran rentan paparan asap rokok
Baca juga: Kemenkes: Kebijakan KTR efektif jika pengawasan kuat

Lalu, setelah data diperoleh, tim SF-ITB melakukan pencarian data karakterisasi bahaya untuk senyawa dengan nilai ambang (non-karsinogenik dan karsinogenik non-genotoksik) dan tanpa nilai ambang keamanan (karsinogenik genotoksik), penghitungan kajian paparan dengan kasus skenario terburuk, serta dilanjutkan dengan karakterisasi risiko untuk nonkarsinogenik dan substansi karsinogenik.

Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa risiko dari produk tembakau yang dipanaskan itu lebih rendah dari rokok konvensional. Hasil kajian tersebut juga selaras dengan sejumlah riset lainnya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesehatan di dunia, misalnya, Public Health England dan German Federal Institute for Risk Assessment (BfR) yang menyimpulkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok.

UK Committee on Toxicology (COT), bagian dari Food Standards Agency, juga menyimpulkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan mengurangi bahan kimia berbahaya sebesar 50 persen hingga 90 persen dari pada rokok.

Baca juga: Regulasi tembakau alternatif beri manfaat untuk industri & pemerintah
Baca juga: Asosiasi vape sebut produk alternatif lebih ramah lingkungan

Baca juga: Restoran jadi tempat paparan asap rokok tertinggi pada perokok pasif

 

Pewarta: Indriani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022