Banyak kota yang masih bermasalah dengan banjir, Kementerian PUPR sebagai tangan pemerintah pusat harus bantu selesaikan masalah ini.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) perlu lebih fokus dalam pengendalian banjir yang efektif di berbagai daerah mengingat masih banyak kota di Tanah Air yang sering dilanda banjir.

"Banyak kota yang masih bermasalah dengan banjir, Kementerian PUPR sebagai tangan pemerintah pusat harus bantu selesaikan masalah ini," ujar Anggota Komisi V DPR RI Edy Santana Putera dalam rilis di Jakarta, Jumat.

Hal itu, ujar dia, terutama fokus yang dilakukan oleh Direktorat Sumber Daya Air Kementerian PUPR yang selain untuk ketahanan pangan, juga perlu memperhatikan seksama mengenai pengendalian banjir.

Baca juga: Proyek pengendalian banjir Sungai Deli diminta dikaji ulang

Untuk itu, ia mengemukakan agar program kerja Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR juga diarahkan dan menjadi salah satu motor untuk mengendalikan banjir di berbagai daerah dan kota.

Banjir, lanjut Edy Santana, merupakan masalah bersama yang membutuhkan kolaborasi bersama untuk pengendalian.

"Daerah dan kota punya keterbatasan anggaran, harus di-back up oleh anggaran pusat dan provinsi. Tanpa dukungan pusat dan provinsi, akan lambat dan tertatih-tatih upaya pengendalian banjir," tegas Edy.

Anggota Fraksi Partai Gerindra ini mencontohkan rencana pembangunan kolam retensi seluas 100 hektare di Kota Palembang yang upaya pembebasan lahannya sudah dimulai sejak dirinya menjadi Wali Kota Palembang, namun sampai sekarang belum tuntas.

"Progres kecil (pembangunan kolam retensi), karena APBD Kota Palembang cuma Rp 3T, perlu dukungan dan kolaborasi pusat dan provinsi," ujar Edy.

Khusus untuk Kota Palembang yang sudah memiliki 6 pompa air, lanjutnya, juga perlu didukung normalisasi saluran air. "Kolaborasi juga dibutuhkan untuk normalisasi saluran air agar pompa air maksimal," papar Edy.

Baca juga: Proyek pengendalian banjir 942-DV di Jakarta terkendala biaya

Sebelumnya, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyarankan pembangunan kota-kota pesisir  dilakukan dengan sistem rekayasa ataupun desain pembangunan yang lebih hati-hati, agar tidak menyebabkan penurunan muka tanah yang memicu banjir rob.

Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Ediar Usman mengatakan kawasan pesisir, terutama di Pantai Utara Jawa, mengandung bebatuan sedimen yang belum terkonsolidasi, sehingga rentan untuk mengalami penurunan akibat beban bangunan yang terlalu berat dan daya dukung tanah yang kurang baik.

"Pada kawasan-kawasan tertentu ataupun pemukiman, penurunan akan lebih cepat karena ada beban di atasnya," kata Ediar dalam konferensi pers tentang 'banjir rob di Pantai Utara Jawa Tengah' yang dipantau di Jakarta, Selasa (31/5).

Berdasarkan data Badan Geologi, karakteristik geologi di kawasan pesisir utara Jawa Tengah terkhusus Pekalongan, Semarang, dan Demak, sebagian besar disusun oleh endapan tanah lunak yang biasanya memang berpotensi terjadinya penurunan muka tanah. Rata-rata laju penurunan muka tanah secara umum terjadi sekitar 5,6 sentimeter per tahun.

Setelah terjadi penurunan muka tanah,  air laut pasang atau gelombang tinggi akan mudah merendam kota-kota yang berlokasi di kawasan pesisir.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022