Ambon (ANTARA News) - Puluhan pemuda di Ambon, Kamis, memperingati tragedi konflik horisontal di Maluku, 19 Januari 1999 - 2004.

Para pemuda yang tergabung dalam gerakan perdamaian "Coffee Badati" itu, memperingati tragedi konflik horizontal dengan membagi-bagikan sedikitnya 500-an tangkai bunga, stiker dan pesan-pesan relektif kepada masayarakat di beberapa ruas jalan di pusat kota Ambon.

Tidak hanya membagi-bagikan pesan-pesan damai, mereka juga mengadakan prosesi berkabung, yakni dengan mengheningkan cipta dan mendoakan korban konflik 13 tahun lalu.

Doa bersama yang dilakukan secara Islam dan Kristen itu digelar di kawasan Gong Perdamaian Dunia dengan melibatkan sejumlah mahasiswa dan komunitas muda lainnya di Ambon.

Kelompok gerakan perdamaian yang dibentuk oleh anak-anak muda Islam-Kristen Ambon, pascabentrok antarwarga di kotanya, pada 11 September 2011 itu, juga menggelar pembacaan puisi bertema perdamaian, dan aksi teatrikal yang dibawakan oleh komunitas Bengkel Seni Embun.

"Hari ini (19/1) atau 13 tahun silam pernah terjadi konflik besar di sini, dan itu menjadi bagian dari sejarah paling kelam dalam kehidupan masyarakat kami," kata Ketua Panitia Pelaksana Peringatan 19 Januari, Jhon Lakburlawar.

Ia mengatakan, kegiatan refleksi yang mereka gelar bukan untuk membangkitkan luka lama masyarakat, tapi semata-mata hanya untuk mengingatkan agar konflik yang pernah mengancurkan kebergaman itu dijadikan sebagai pelajaran, dan jangan pernah terulang lagi di Maluku.

"Konflik itu pernah merusak keharmonisan kehidupan keberagaman beragama orang Maluku yang saling mengasihi. Sebelum 19 Januari 1999, kami hidup sangat harmonis dan saling mempercayai satu dengan lainnya," katanya.

Menurut Lakburlawar, keharmonisan masyarakat Maluku terlihat dengan adanya tradisi saling memberi makanan dan minuman kepada tetangganya yang merayakan hari raya.

"Dulu saat Idul Fitri, masyarakat Kristiani akan memberikan kue, sirup kepada warga Muslim, begitu pun sebaliknya," ucapnya.

Coffee Badati merupakan kelompok gerakan perdamaian yang terdiri dari pemuda-pemudi Muslim dan Kristiani Ambon. Mereka terbentuk pasca bentrok antar warga di Ambon, pada 11 September 2011.

Selain aktif mengunjungi berbagai pos sistem keamanan lingkungan (sikamling) dan membagi-bagikan kopi, gula dan roti sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat yang ikut menjaga keamanan, mereka juga menggelar berbagai kegiatan penguatan permadaian, di antaranya Refleksi Badati Damai dan Titik Temu Anak Pengungsi.

"Coffee Badati" juga merekam proses pertemuan mereka dengan anggota siskamling dalam narasi-narasi damai yang dipublikasikan di jaringan sosial media, dan newsletter yang disebarkan ke masyarakat lainnya.

Istilah "Badati" sendiri berasal dari bahasa leluhur orang Maluku yang artinya urunan, patungan atau secara besama-sama.  (IVA/E011)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012