Jangan sekali-kali melupakan sejarah bahwa keberadaan Pancasila ... juga hasil ijtihad para ulama
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Wakil Ketua MPR sekaligus Anggota Komisi X DPR RI Ahmad Basarah memaparkan relasi negara dan agama dalam perspektif Pancasila, di Universitas Jember (Unej), Jawa Timur, Selasa.

Memperingati Hari lahir Pancasila, Unej menggelar rangkaian kegiatan "Semarak Bulan Pancasila" selama sebulan dan salah satu kegiatan adalah seminar bertema "Relasi Negara dan Agama dalam Perspektif Pancasila" yang menghadirkan pembicara utama Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah di auditorium kampus setempat.

"Jangan sekali-kali melupakan sejarah bahwa keberadaan Pancasila sebagai dasar dan filosofi bangsa serta persatuan Indonesia adalah juga hasil ijtihad para ulama," katanya di Kampus Unej.

Menurutnya, saat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) bersidang dalam rangka mencari dasar negara maka Bung Karno yang secara jelas dan tegas menawarkan dasar negara yang bernama Pancasila yang terdiri atas butir kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan Ketuhanan.

"Tawaran konsep Bung Karno kemudian diterima secara aklamasi oleh seluruh anggota BPUPK pada 1 Juni 1945. Dalam perjalanan selanjutnya Panitia 9 pada tanggal 22 Juni 1945 kemudian menghasilkan Piagam Jakarta yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD," tuturnya.

Sebelum UUD disahkan pada 18 Agustus 1945, lanjut dia, Bung Hatta menemui para tokoh perwakilan Islam untuk membahas kalimat "Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya."

Akhirnya dengan ijtihad dan kebijaksanaan para tokoh Islam seperti K.H. A. Wachid Hasyim, K.H. A. Kahar Moezakir, R. Abikoesno Tjokrosoejoso, dan H. Agus Salim, maka kalimat tersebut menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa sehingga kebijaksanaan para ulama tersebut disambut kegembiraan luar biasa oleh para anggota PPKI.

"Jangan sekali-kali melupakan sejarah atau jas merah atau kita akan tergilincir. Dengan ijtihad dan kebijaksanaan para ulama atau Jas Hijau, maka Pancasila diterima menjadi dasar negara serta Indonesia tetap bisa bersatu, bahkan hingga kini," katanya.

Satu tarikan napas

Ia menjelaskan apa yang diajarkan oleh Hadratus Syaikh K.H. Hasyim jika mencintai Tanah Air adalah sebagian dari iman membuktikan bahwa melaksanakan ajaran Islam dan mencintai Indonesia bisa dilakukan dengan satu tarikan napas.

Dosen luar biasa di Fakultas Hukum Unej itu mengatakan kepentingan umat Islam telah diwadahi dalam negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Hal itu dibuktikan dengan sekian banyak aturan perundangan yang terkait kebutuhan langsung umat Islam seperti Undang-Undang Wakaf, Undang-Undang Haji dan Umrah, Undang-Undang Perbankan Syariah, Undang-Undang Peradilan Agama, hingga yang terbaru Undang-Undang tentang Pesantren.

"Dengan demikian narasi yang mempertentangkan antara Islam dengan Pancasila, Islam dengan Indonesia, sungguh tidak relevan dan ingin memecah belah Indonesia," katanya.

Selain Ahmad Basarah, tampil juga Wakil Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Karjono secara daring, kemudian Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jatim Saad Ibrahim, Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jatim yang juga Ketua MUI Jatim M. Mas’ud Said, dan Rektor Universitas Tujuh Belas Agustus Banyuwangi Andang Subaharianto.

Baca juga: Relasi agama dan negara sudah final, Mahfud: Tugas ulama jelaskan

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022