Jakarta (ANTARA) - Sejumlah asosiasi pengusaha yang bergerak di sektor transportasi meminta agar pemerintah terbuka terhadap aspirasi para pemangku kepentingan angkutan barang terkait penanganan truk Over Dimension Over Loading (ODOL).

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) meminta agar pemerintah mengubah ketentuan Muatan Sumbu Terberat (MST) menjadi 13 ton, dari yang sebelumnya 10 ton.

"MST ini sebagai patokan petugas di lapangan untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum. Kami meminta ini diubah," kata Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi dan Logistik DPD Aptrindo Jateng-DIY Agus Pratiknyo dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu.

Agus mengatakan, kelas jalan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa Jalan Kelas I ditentukan pada Muatan Sumbu Terberat (MST) sebesar 10 ton, Jalan Kelas II MST 8 ton, dan Kelas Jalan III MST 8 ton.

Ia meminta itu diubah menjadi 13 ton lantaran operasional kendaraan di bawah Aptrindo beroperasi di jalan antar kota, antar provinsi, hingga antar desa sehingga kesulitan untuk mengganti armada sewaktu-waktu.

Selain itu, Agus juga berharap pemerintah menyeragamkan terkait ketentuan Jumlah Berat Diizinkan (JBI).

Menurut dia, hal tersebut akan memudahkan pengawasan oleh petugas di lapangan dan mencegah adanya pungutan liar.

"Penanganan truk Over Dimension Over Loading (ODOL) ini butuh keterbukaan dan kejujuran. Jangan melulu pengusaha angkutan selalu disalahkan merusak jalan dan merugikan negara," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Adrianto Djokosoetono menyampaikan bahwa penanganan ODOL memerlukan ketegasan pemerintah terkait spesifikasi kendaraan.

"Penegakan hukum cukup masif namun tidak cukup mengawasi setiap kendaraan yang ada di jalan. Terkesan dari anggota kami, ada yang ditindak dan ada yang tidak, sehingga jadi perbedaan antara satu dengan penyedia jasa yang lain," katanya.

Adrianto mengatakan, pemerintah juga perlu memperluas penegakan hukum terkait ODOL menyangkut masalah izin kendaraan, hingga kepada pemilik barang.

"Kami sebagai penyedia jasa seringkali berdiri paling depan, seakan hanya kami yang melanggar, tidak pada pemilik barang," ujarnya.

Lebih lanjut Ia meminta agar penindakan ODOL tidak dilakukan dengan menurunkan barang di jalan, namun dengan menerapkan denda yang dibayar secara digital agar lebih transparan.

Adrianto berharap melalui revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dapat menampung aspirasi pemangku kepentingan di sektor transportasi jalan.

Baca juga: Kemenhub gelar audiensi dengan pengemudi guna penanganan truk ODOL
Baca juga: Menhub: Truk ODOL sebabkan jalan rusak dan kecelakaan
Baca juga: BPJT akan kombinasikan teknologi MLFF dan pemantau truk ODOL di tol

 

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022