Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa kesehatan lansia perempuan perlu lebih dikawal dengan kuat karena memiliki lebih banyak risiko yang mempengaruhi kondisi fisik dan emosionalnya.

“Harapan hidup perempuan itu jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki, sehingga perhatian terhadap kesehatan perempuan tentu tidak bisa kita abaikan,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Webinar Lanjut Usia Mandiri, Sejahtera, dan Bermartabat dalam Rangka HLUN ke-26 Tahun 2022 yang diikuti di Jakarta, Jumat.

Hasto menuturkan meskipun lansia perempuan memiliki angka harapan hidup yang jauh lebih tinggi dibandingkan lansia laki-laki, namun pada kondisi kesehatan di masa kini, mereka lebih rentan terkena penyakit seperti cardiovascular diseas yakni darah tinggi dan stroke ataupun penyakit osteoporosis (pengeroposan pada tulang) dan patah tulang.

Baca juga: BKKBN: Kanker rahim tak bergejala ancaman serius bagi perempuan

Perempuan yang memasuki usia lanjut, kata dia, juga akan mengalami masa menopause atau masa berhentinya masa menstruasi yang menyebabkan hormon estrogen tidak diproduksi lagi. Hal itu menyebabkan tubuh seringkali merasa pegal dan mengalami permasalahan pada tulang.

Sedangkan secara psikologis, menopause menjadi masa yang dapat dikatakan berisiko karena perempuan cenderung merasa cemas, gelisah, cemburu berlebih hingga mengalami stres. Tak jarang, kondisi tersebut juga menjadi salah satu faktor terjadinya perceraian dalam keluarga.

Hasto menyebutkan pada tahun 2021 lalu, jumlah pasangan yang bercerai mencapai 580 ribu lebih sedikit dan total pasangan yang mengajukan perceraian lebih dari 600 ribu. Jumlah tersebut cukup untuk menambah beban tersendiri bagi perempuan.

“Bisa dibayangkan tahun 2021 saja, sudah ada janda baru 580 ribu lebih, ini tentu jumlah yang banyak dan akhirnya kurang sejahtera karena kurang mendapatkan perhatian dari keluarga. Sehingga anaknya juga kurang dapat perhatian,” kata dia.

Baca juga: BKKBN: Peran perempuan menentukan kemajuan derajat masyarakat

Menurut dia, kerentanan lansia perempuan di Indonesia juga semakin buruk karena tingginya angka penderita kanker payudara dan kanker mulut rahim (serviks). Menyebabkan peluang ancaman secara mortalitas maupun morbiditas lebih tinggi terjadi.

"Indonesia harus waspada karena kondisi itu berbeda dengan negara lainnya yang memiliki upaya preventif dan deteksi dini yang jauh lebih baik," katanya.

Oleh karena itu, Hasto meminta setiap pihak dalam masyarakat agar dapat lebih memperhatikan kesehatan lansia baik secara fisik maupun mental. Selain itu, dia juga meminta pemerintah daerah untuk memperkuat program Bina Keluarga Lansia (BKL) agar lansia Indonesia hidup lebih tangguh, mandiri, sehat, dan produktif.

Kemudian pada kementerian/lembaga terkait, Hasto meminta agar pelayanan kesehatan, kampanye dan sosialisasi mengenai lansia maupun penyakit-penyakit yang berbahaya bagi lansia dapat terus ditingkatkan dan hingga menyentuh kalangan masyarakat terbawah.

Baca juga: BKKBN: Perlu tingkatkan edukasi reproduksi cegah aborsi pada perempuan

“Inilah hal-hal yang sifatnya sangat kompleks sehingga mempengaruhi penyakit-penyakit yang akan muncul di hari tuanya termasuk depresi psikosa dan juga gangguan-gangguan mental yang perlu diantisipasi setelah menopause atau meningkat bagi perempuan,” ucap Hasto.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022