London/Singapura (ANTARA) - Saham-saham dunia menuju minggu terburuk sejak krisis pandemi pada Maret 2020 pada Jumat, karena bank-bank sentral terkemuka menggandakan kebijakan pengetatan dalam upaya menjinakkan inflasi, membuat investor gelisah tentang pertumbuhan ekonomi masa depan.

Kenaikan suku bunga AS terbesar sejak 1994, langkah Swiss pertama dalam 15 tahun, kenaikan kelima dalam suku bunga Inggris sejak Desember dan langkah Bank Sentral Eropa (ECB) untuk mendukung kawasan selatan yang terlilit utang, semuanya bergiliran di pasar yang bergejolak.

Bank sentral Jepang (BOJ) adalah satu-satunya pengecualian dalam seminggu di mana harga-harga uang naik di seluruh dunia, bertahan dengan strategi menyematkan imbal hasil 10-tahun mendekati nol pada Jumat.

Setelah seminggu pergerakan kuat di seluruh kelas aset, saham dunia turun 0,2 persen pada Jumat, membawa kerugian mingguan menjadi 5,8 persen dan meninggalkan indeks di jalur penurunan persentase mingguan paling curam dalam lebih dari dua tahun.

Di pasar Asia, yen naik 1,8 persen menjadi 134,55 per dolar dalam perdagangan yang fluktuatif, sementara indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang jatuh ke level terendah lima minggu, terseret oleh aksi jual di Australia. Nikkei Jepang turun 1,8 persen dan menuju penurunan mingguan hampir 7,0 persen.

“Garis yang lebih agresif oleh bank sentral menambah hambatan bagi pertumbuhan ekonomi dan ekuitas,” kata Mark Haefele, kepala investasi di UBS Global Wealth Management. “Risiko resesi meningkat, sementara mencapai soft landing untuk ekonomi AS tampak semakin menantang.”

Data dari analis di Bank of America menunjukkan lebih dari 88 persen indeks saham yang dilacaknya diperdagangkan di bawah rata-rata pergerakan 50 hari dan 200 hari, menyebabkan pasar "oversold yang menyakitkan".

Obligasi dan mata uang gelisah setelah pekan bergejolak.

Data tenaga kerja dan perumahan AS melemah pada Kamis (16/6/2022), di tengah angka penjualan ritel yang mengecewakan, dengan kekhawatiran memukul dolar dan membantu obligasi pemerintah.

Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun turun hampir 10 basis poin semalam tetapi bergerak lebih tinggi menjadi 3,2502 persen selama awal perdagangan Eropa. Imbal hasil naik ketika harga turun.

Imbal hasil obligasi Eropa Selatan turun tajam pada Jumat, setelah laporan lebih rinci dari Presiden ECB Christine Lagarde tentang rencananya untuk mengembangkan alat guna mendukung imbal hasil.

Dalam sesi terakhir, dolar mundur dari tertinggi 20 tahun, tetapi belum jatuh jauh dan terakhir naik 0,3 persen, di jalur untuk mengakhiri minggu dengan stabil terhadap sekeranjang mata uang.

Sterling naik 1,4 persen pada Kamis (16/6/2022) setelah kenaikan suku bunga 25 basis poin dan menahan kenaikan hingga Jumat ketika menuju minggu yang stabil. Imbal hasil surat utang dua tahun terakhir di 2,066 persen.

"Jika bank sentral tidak bergerak secara agresif, imbal hasil dan risiko harga akan lebih menghambat kenaikan suku bunga," kata ahli strategi NatWest Markets John Briggs.

"Pasar mungkin terus menyesuaikan diri dengan prospek suku bunga kebijakan global yang lebih tinggi ... karena momentum kebijakan bank sentral global hanya satu arah."

Kekhawatiran pertumbuhan membawa minyak pada perjalanan singkat lebih rendah sebelum harganya stabil. Minyak mentah berjangka Brent terakhir di 120,55 dolar AS per barel. Emas turun 0,5 persen pada 1.848 dolar AS per ounce dan bitcoin naik 3,5 persen menjadi 21.099 dolar AS.

Baca juga: Saham global rontok setelah bank-bank sentral utama naikkan suku bunga
Baca juga: Investor buang saham setelah Swiss dan Inggris naikkan suku bunga
Baca juga: Rupiah jelang akhir pekan melemah tertekan penguatan dolar AS

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022