New York (ANTARA) - Wall Street bervariasi pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), tetapi masih mengalami penurunan persentase mingguan terbesar dalam dua tahun karena investor bergulat dengan kemungkinan resesi yang semakin besar ketika bank-bank sentral global mencoba untuk menekan inflasi.

Indeks Dow Jones Industrial Average jatuh 38,29 poin atau 0,13 persen, menjadi menetap di 29.888,78 poin. Indeks S&P 500 naik 8,07 poin atau 0,22 persen, menjadi berakhir di 3.674,84 poin. Indeks Komposit Nasdaq bertambah 152,25 poin atau 1,43 persen, menjadi ditutup di 10.798,35 poin.

Kenaikan dipimpin oleh sektor komunikasi dan konsumen non-primer, yang masing-masing naik 1,31 persen dan 1,22 persen, pada sesi tersebut. Keduanya termasuk yang berkinerja terburuk dari 11 sektor besar tahun ini.

Sebaliknya, sektor energi dengan kinerja terbaik tahun ini, jatuh 5,57 persen dan mengalami penurunan persentase mingguan terbesar sejak Maret 2020, di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang dapat melemahkan permintaan minyak mentah.

Untuk minggu ini, Dow kehilangan 4,79 persen, merupakan persentase penurunan mingguan terbesar sejak Oktober 2020, S&P 500 kehilangan 5,79 persen dan Nasdaq jatuh 4,78 persen.

Indeks acuan S&P telah merosot sekitar 23 persen sepanjang tahun ini dan baru-baru ini mengkonfirmasi pasar bearish dimulai pada 3 Januari. Indeks Dow Industrials berada di titik puncak untuk mengkonfirmasi pasar bearish-nya sendiri.

Masing-masing dari tiga indeks utama Wall Street turun untuk minggu ketiga berturut-turut. Indeks acuan S&P 500 mengalami penurunan persentase mingguan terbesar sejak Maret 2020, puncak penurunan pandemi COVID-19.

Inflasi yang sangat tinggi telah membuat bingung investor tahun ini karena Federal Reserve AS dan sebagian besar bank sentral utama telah mulai beralih dari kebijakan moneter yang longgar ke langkah-langkah pengetatan yang akan memperlambat ekonomi, mungkin menyebabkan resesi, dan berpotensi mengurangi pendapatan perusahaan.

"Saat ini Anda akan melihat banyak volatilitas dan itu terutama karena fakta bahwa Fed akan menjadi front-end yang memuat semua kenaikan suku bunga ini dan hanya mencoba mengukur gambaran inflasi dan saat ini sangat diragukan," kata Megan Horneman, direktur strategi portofolio di Verdence Capital Advisors di Hunt Valley, Maryland.

"Hanya memperkirakan volatilitas, itu akan tetap ada, itu akan berada di sini sampai kita mendapatkan sedikit kejelasan tentang apakah kita benar-benar mencapai puncak inflasi."

Saham-saham reli pada Rabu (15/6/2022) setelah The Fed menaikkan suku bunga utamanya sebesar 75 basis poin, kenaikan terbesar dalam hampir tiga dekade, sementara bank sentral Inggris dan bank sentral Swiss juga menaikkan biaya pinjaman.

Pada Jumat (17/6/2022), Ketua Fed Jerome Powell sekali lagi menekankan fokus bank sentral untuk mengembalikan inflasi ke target 2,0 persen saat berbicara di sebuah konferensi.

Data ekonomi pada Jumat (17/6/2022) menunjukkan produksi di pabrik-pabrik AS turun secara tak terduga dalam indikasi terbaru bahwa aktivitas ekonomi sedang berkurang.

Volume transaksi di bursa AS mencapai 17,99 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata sesi 12,42 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022