Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Musthofa mendukung Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk mencari pendanaan dari pasar modal dengan go public melalui skema penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO).

Menurut Musthofa, BPR selama ini dipandang sebelah mata, padahal fungsi dan peran BPR tak beda jauh dengan bank umum, yakni sama-sama menjalankan fungsi intermediasi. BPR bahkan menjadi ujung tombak lembaga keuangan nasional dalam menggerakkan UMKM.

"Kami di Panja DPR siap mendukung penuh langkah-langkah ke arah itu, termasuk usulan amandemen UU Perbankan, UU BI, UU OJK, dan UU LPS," ujar Musthofa dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

Pihaknya sangat mendukung upaya menyetarakan BPR dengan bank umum, khususnya dalam mencari pendanaan.

Baca juga: LPS imbau BPR-BPRS adaptif tranformasi digital

Sebagai upaya tindak lanjut dari wacana "BPR go public", pihaknya juga berjanji akan membawanya ke Panja DPR.

"Kerja DPR kan kolektif kolegial, harus melibatkan anggota yang lain, tidak bisa kerja sendirian," ujarnya.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto pun menyatakan, IPO menjadi dambaan bagi industri BPR, salah satunya sebagai upaya dalam meningkatkan permodalan.

Ada sejumlah keuntungan jika BPR go public, antara lain mendapatkan insentif pajak, meningkatkan nilai perusahaan, meningkatkan "market awareness", menumbuhkan loyalitas karyawan, akses pada pendanan baru, dan meningkatkan good corporate governance (GCG).

Selain keuntungan, lanjut Joko, adapula sejumlah tantangan yang harus diperhatikan BPR ketika akan go public, yaitu delusi dan kontrol atas kepemilikan, transparansi dan pelaporan harus dilakukan secara profesional, biaya-biaya yang terkait dengan pasar modal, "market pressure", serta regulasi dan pemenuhannya.

"Itu tantangan. Regulasi dan penggunaannya, ditambah lagi apa bila sekarang sudah jelimet nanti akan makin jelimet lagi ketika kita IPO," ujar Joko.

Baca juga: OJK terbitkan dua aturan dorong kredit dan penguatan kesehatan BPR

Sementara, Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono menyampaikan, BPR/BPRS memiliki berbagai peluang yang bisa dieksplorasi, antara lain, pertumbuhan permintaan atas BPR/BPRS yang mampu menyediakan produk dan layanan perbankan berbasis digital yang inovatif dan variatif, murah, aman, serta mudah diakses di mana saja dan kapan saja. Hal itu bisa menjadi peluang BPR/BPRS untuk mempercepat transformasi digitalnya.

Ia menilai, dalam menghadapi akselerasi transformasi digital khususnya di sektor perbankan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan BPR/BPRS dalam menghadapi risiko terkait keamanan data dan perlindungan konsumen yang memadai.

"Pemanfaatan teknologi serta penyediaan produk dan layanan perbankan berbasis digital sebenarnya memiliki sejumlah risiko keamanan seperti kebocoran data dan serangan siber, sehingga BPR/BPRS dituntut untuk mampu menyediakan sistem keamanan IT yang andal," ujar Didik.

Dirinya juga mendorong BPR/BPRS untuk go public karena akan berdampak positif pada penguatan permodalan, peningkatan efisiensi dan profitabilitas, serta memperkuat pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) bagi BPR/BPRS.

"Kami tentu memotivasi BPR/BPRS untuk terus berinovasi dan bertransformasi agar dapat bertumbuh secara berkelanjutan serta selalu menjaga kinerja keuangan. LPS senantiasa hadir untuk menjaga kepercayaan masyarakat pada industri perbankan, termasuk BPR/BPRS," kata Didik.

Permodalan masih menjadi masalah utama di Bank Perkreditan Rakyat (BPR), terlebih setelah adanya kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPR sesuai POJK No 5/POJK.03/2015. Menurut POJK tersebut, modal inti minimum BPR ditetapkan sebesar Rp6 miliar yang wajib dipenuhi paling lambat 31 Desember 2024.

Padahal, masih banyak BPR yang memiliki modal inti di bawah Rp6 miliar. Berdasarkan data Infobank Institute, per Januari 2022, ada 501 (30,7 persen) BPR bermodal inti di bawah Rp6 miliar dari total jumlah BPR sebanyak 1.631 BPR (1.467 BPR dan 164 BPRS). Masih banyaknya jumlah BPR dengan modal inti di bawah Rp6 miliar membutuhkan perhatian khusus semua pihak terkait.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022