Beres, asal tidak ditipu"
Bandung (ANTARA News)  - Untuk kesekian kalinya, mantan Wakil PM Malaysia yang kini tokoh oposisi utama Malaysia, Anwar Ibrahim, mengunjungi Indonesia sejak hari Minggu sampai Selasa esok.

Ada dua kota dan dua tempat yang disambanginya.  Dua kota itu adalah Bandung dan Jakarta, sementara dua situs publik yang disasarnya adalah kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Taman Ismail Marzuki di Jakarta.

Di dua kota itu, Anwar menyampaikan pidato kebudayaan.  Tokoh-tokoh nasional seperti Adi Sasono, mendampinginya selama tur budaya yang disebut kampanye politik oleh lawan-lawan politiknya. 

Media Malaysia menuduh kunjungan Anwar ke Indonesia ini adalah demi mencari dukungan. Anwar membantahnya.

"Sebelum jadi menteri pun saya sudah sering ke Indonesia," katanya dalam wawancara eksklusif bersama ANTARA News dan Majalah Tempo, dalam perjalanan dari hotel tempatnya menginap ke kampus ITB, Senin pagi tadi.

Dia mengaku sering melawat ke Indonesia sejak dia mahasiswa dan pertama mengunjungi Indonesia pada 1968. "(Waktu itu) Ke Pekalongan tahun enam delapan," kenangnya.

Anwar tak memungkiri kekhususan Indonesia bagi dirinya.  Dia mengaku memiliki banyak sahabat, saudara dan kenalan di Indonesia.

Sejumlah besar tokoh Indonesia diakuinya sebagai karib-karibnya, tak hanya dalam arti politik tapi juga sosial.  Ini termasuk dua mantan Presiden RI yang dalam banyak kesempatan dilukiskannya sebagai pejuang demokrasi.  Keduanya adalah BJ Habibie dan Abdurahman Wahid.

Karena  melihat Indonesia sebagai saudara, dia kerap memprihatinkan panas dingin hubungan negaranya dengan Indonesia, seperti pada soal konflik perbatasan.

"Cara pemerintah (Malaysia) mengambil kebijakan itu arogan, tapi Indonesia juga hipersensitif (terlalu sensitif)," katanya.

Anwar ingin hubungan bertetangga antar kedua negara nanti didasari oleh kesalingpercayaan, persaudaran, kesantunan dan tidak saling memprovokasi.

Menciptakan demokrasi

Saking terlampau seringnya ke Indonesia, Anwar dianggap memang tertarik pada segmen-segmen kehidupan bernegara di Indonesia, khususnya praktik berdemokrasi.

Ketika dikonfirmasi mengenai soal ini, Anwar tak membantah.  Dia bahkan mengaku terpikat pada bagaimana Indonesia menjamin kebebasan berpendapat. Dia malah meretasnya jauh sebelum era reformasi menyapa Nusantara. "Sejak era Pak Harto," katanya.

Dia berkata, "Di Indonesia selalu ada ruang untuk interpretasi."  Dan interpretasi itu tak hanya pada soal budaya dan sosial, namun juga pemikiran politik, bahkan agama.

Dia tampaknya pecinta demokrasi sehingga ketika ANTARA News menanyainya, "Malaysia seperti apakah yang Anda bayangkan ketika suatu saat nanti Anda berkesempatan memerintah Malaysia?" dia menjawab, "Saya ingin menciptakan demokrasi di Malaysia."

Titik tekan demokrasinya adalah praktik demokrasi ekonomi yang mementingkan kepentingan rakyat, yang antikorupsi dan mengayomi semua umat.

"Tidak mempraktikan kebijakan yang memusuhi etnis minoritas seperti yang 'mereka' lakukan," katanya.

"Mereka" yang dia maksud adalah pemerintah Malaysia dan partai penguasa UMNO.  Titik pangkal serangannya kepada pemerintah Malaysia sendiri adalah "Dasar Ekonomi Baru" yang dikritiknya telah mengesampingkan kelompok minoritas.

Sebaliknya, serangan kepadanya juga tak pernah berhenti, mulai dari tuduhan pelecehan seks, sampai rumor kedekatannya dengan lobi Yahudi.

Media massa dan lawan-lawan politiknya gencar mengaitkan dia dengan Israel.  Sejumlah kalangan yakin tuduhan ini awalnya dari pujian IMF --yang bagi kebanyakan orang Malaysia diyakini sebagai tentakel lobi Yahudi-- saat Malaysia sukses menghindari jebakan krisis moneter 1998.

Saat itu, Anwar yang Menteri Keuangan Malaysia sekaligus orang kepercayaan Mahathir, dipuji karena menolak mem-bail-out bank-bank Malaysia yang terancam krisis.

Pujian IMF ini mendatangkan wasangka dari lawan-lawan politiknya bahwa Anwar antek IMF.

"Itu tidak benar.  Selagi saya menjadi Menteri Keuangan, Malaysia tak pernah meminta bantuan IMF maupun Bank Dunia," katanya.

Anwar mengaku dia memang menolak menyelamatkan bank-bank Malaysia saat itu karena merasa dana talangan negara itu hanya akan dinikmati keluarga-keluarga kaya yang memiliki perusahaan dan perbankan yang diancam ditenggelamkan krisis.

"Kalau bail out itu untuk rakyat, baru saya mau," kilah Anwar.

Sejak 1997, disamping karena rangkaian kritik pedasnya terhadap pemerintahan Mahathir Mohamad, serangan terhadap Anwar kian hebat hingga dia terantar ke penjara.

Beberapa kalangan menilai pihak-pihak yang diabaikannya pada krisis moneter 1997 itu tak menghentikan permusuhannya dan melancarkan pembalasan politik kepada Anwar.

"Saya tak merasa memiliki musuh," kata Anwar diplomatis.

Dia menilai lawan-lawan politiknya itu mengeroyoknya karena takut praktik korupsi mereka terbongkar.

"Saya memaafkan mereka, asal korupsi mereka berhenti. Saya maafkan demi untuk terus maju ke depannya Malaysia," katanya.

Asal tidak ditipu

Kini Anwar menyiapkan diri untuk bertarung di politik tingkat tinggi lagi.  Koalisinya yang beranggotakan tiga parpol termasuk Partai Keadilan Rakyat, berhasil menguasai 82 kursi atau hampir 37 persen total suara parlemen.  Lawannya, Barisan Nasional, tetap dominan.

Dia bersumpah untuk mengikuti kontes politik tahun depan dan dia yakin memenanginya.

"Beres, asal tidak ditipu," katanya saat ditanyai ANTARA News mengenai keyakinannya untuk memenangkan pemilu.

Seraya menyebut lima negara bagian di mana kubu koalisinya menangguk suara besar, Anwar yakin kantor perdana menteri Malaysia akan dikuasainya.

"Insya Allah mampu menawan Putrajaya," katanya lagi.

Putrajaya adalah pemerintahan pusat Malaysia.

Optimisme Anwar ini didasari oleh kemampuan koalisinya untuk memenangkan suara dominan di lima negara bagian termakmur dan sehat ekonominya, diantaranya Penang dan Selangor. 

Anwar menunjuk program-program pembangunanya di sejumlah daerah seperti Selangor di mana air bersih digratiskan, orang meninggal disantuni 2.500 ringgit, dan orang-orang yang akan bersekolah disantuni dana persiapan sekolah 1.000 ringgit.

Lawan-lawan politiknya menuduh ini hanya demi  popularitas.

"Ini sama sekali bukan program populis, ini karena ada uangnya. Kalau uangnya ada, kenapa tidak dipakai saja?" balasnya.

Anwar merasa rakyat sebangsanya diperlakukan tidak adil karena kekayaan ekonomi negerinya tak dibagi rata.  "Kesenjangan di Malaysia itu paling parah dibandingkan Indonesia," katanya.

Entah benar atau tidak, tapi Anwar melukiskan betapa tak proporsionalnya rasio jumlah penduduk Malaysia yang 25 juta orang itu dengan pendapatan minyak Malaysia setahun yang mencapai 25 miliar dolar AS. 

Anwar merasa hasil minyak itu harus dirasakan semua orang, tak dinikmati segelintir orang. 

Yang membuatnya tambah heran adalah rencana pemerintah untuk menaikkan harga minyak yang dianggapnya bakal memberatkan rakyat dan tak masuk akal.

"(Oleh karena itu) Prioritas kebijakan saya nanti adalah menurunkan harga minyak," katanya.  (*)

Oleh Jafar M. Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012