Hasil tanaman dari pekarangan rumah tangga ini untuk konsumsi wisatawan, terutama turis luar negeri.
Makassar (ANTARA) - Masyarakat Kabupaten Maros, Sulsel, khususnya pada kawasan wisata Rammang-rammang di Desa Salenrang tidak hanya membangun sektor wisata, tetapi juga turut mengembangkan pertanian organik dalam mewujudkan mandiri pangan.

Bersama inisiasi warga, pertanian organik menjadi fokus utama pengembangan Desa Salenrang dalam mewujudkan kemandirian desa. Apalagi, desa ini telah dinobatkan sebagai Desa Ketahanan Pangan pada tahun 2017 dan menjadi Desa Wisata pada tahun 2021.

Visi sebagai Desa Lumbung Pangan dan Desa Wisata, menurut Sekretaris Desa Salenrang Sumantri, sangat bisa jalan beriringan untuk saling mendukung pengembangan masyarakat ekowisata.

Pengembangan pertanian organik menjadi sebuah proses yang harus dicoba dan dilakukan masyarakat Salenrang guna hasilkan pertanian unggul dan berkualitas sekaligus mempertahankan predikat Desa Ketahanan Pangan.

Kalau ini bisa berhasil, meskipun berkurang produksinya, kemungkinan bisa dijual sedikit. Akan tetapi itu, kata dia, bisa dua kali lipat harganya karena ini beras organik, sehat, dan tidak terkontaminasi bahan kimia.

Sejak 2020 uji coba telah dilakukan dan masih dalam proses belajar pengembangan pertanian organik. Masyarakat Desa Salenrang dinilai masih harus peroleh nutrisi pengetahuan soal budi daya pertanian organik.

Alih fungsi lahan pertanian ini diakuinya menjadi kendala mewujudkan swasembada pangan sejak beberapa tahun terakhir. Lahan pertanian disulap menjadi permukiman, gudang, pabrik, dan fasilitas umum.

Rel kereta api menambah krisis lahan pertanian di Desa Salenrang. Rel kereta api mengambil ruang bertani sekitar 7 hektare untuk satu jalur dan menjadi dua kali lipat jika dibangun penambahan jalur.

Maka dari itu, cara menyiasatinya ialah masyarakat didorong beralih ke pertanian organik. Kuantitas sedikit tetapi menjanjikan kualitas dan harga yang relatif lebih mahal.

Meski demikian, Kampung Berua dan Desa Salenrang pada umumnya memiliki potensi mengembangkan pertanian organik karena dikelilingi oleh Sungai Pute dan Sungai Barua sehingga kontaminasi dari luar bisa lebih diminimalisasi.

Baca juga: Pemkab OKU tanam jagung wujudkan Program Sumsel Mandiri Pangan

Baca juga: Gubernur Sumsel klaim Sumsel Mandiri Pangan berhasil tekan harga

 
Masyarakat ​​​​​Kampung
​​​​​Massaleong Desa Salenrang, Maros, Sulawesi Selatan saat panen padi. ANTARA/Nur Suhra Wardyah


Dukung Pariwisata

Pertanian organik menjadi salah satu inisiasi masyarakat Desa Salenrang dalam mewujudkan ekowisata dan mandiri pangan. Lebih dari menuai hidup sehat, langkah ini digadang-gadang akan menjadi daya tarik tersendiri guna mendukung pariwisata Rammang-rammang.

Kampung Berua sebagai objek pusat wisata Karst Rammang-rammang yang menyuguhkan pemandangan sawah dikelilingi tebing-tebing karst akan makin pas ketika hamparan sawah itu dikelola dengan cara-cara alami dari tangan petani lokal nan berbudaya.

Bertani menjadi sumber utama mata pencaharian masyarakat Desa Salenrang maka pertanian organik menjadi bagian dari inisiasi warga, terutama bagi sejumlah petani milenial.

Salah satunya ialah Darwis yang telah mencoba sistem budi daya pertanian organik di sebidang sawah milik kedua orang tuanya di Kampung Berua.

Tidak mudah melakukannya, selain harus lebih banyak belajar dalam mengaplikasikan bertani secara alami, Darwis juga menghadapi kekhawatiran keluarga terhadap keberhasilan usahanya dalam mencoba pertanian organik, belum lagi masyarakat sekitar.

Pria berusia 37 tahun itu tetap gigih melakukan pertanian organik yang memiliki banyak manfaat dan menghasilkan produk pertanian yang unggul hingga mampu menopang perekonomian dan pariwisata Rammang-rammang.

"Saya pikir kalau itu bisa dikembangkan, bisa menjadi daya tarik tersendiri meski agak sulit beralih karena sekitar sawah kami menggunakan kimia, masih model pertanian konvensional," ujar Ketua RT Kampung Berua tersebut.

Memberikan contoh yang baik kepada masyarakat, bagi Darwis menjadi hal yang mutlak sebab kebanyakan masyarakat akan menampakkan perubahan jika mendapatkan contoh hasil yang maksimal.

Darwis meyakini bahwa setiap orang cenderung ingin melihat hasil terlebih dahulu ketimbang asas manfaat yang bisa diperoleh dari setiap langkah awal yang berbeda.

Alhasil percobaan pertanian organik sejak 2020 memiliki hasil sama dengan pertanian konvensional secara kuantitas, bahkan kualitasnya lebih baik dan terjamin lebih sehat.

Mantan Ketua Kelompok Sadar Wisata Rammang-rammang mengatakan bahwa warga rata-rata mau serius jika sudah melihat hasil. "Jadi, harus ada contoh. Tidak akan bisa kalau tidak ada yang mulai, sementara hasilnya kurang lebih sama. Cuma butuh proses untuk memurnikan lahannya," ucapnya.

Hasil pertanian organik ini rencananya untuk pelancong yang datang ke Desa Salenrang sebagai buah tangan khas Wisata Karst Rammang-rammang.

Baca juga: Solusi keterbatasan lahan, optimalisasi "3 in 1" dikembangkan Unsri

Baca juga: Wagub Sumsel ajak masyarakat sukseskan program mandiri pangan


 
Pemandangan sawah di Kampung Massaleong Desa Salenrang, Maros, Sulawesi Selatan. ANTARA/Nur Suhra Wardyah


Pekarangan Lestari

Inisiasi lain Pemerintah Desa Salenrang dengan menganggarkan pertanian lestari pada tahun 2022 yang memanfaatkan pekarangan rumah atau pekarangan lestari guna membantu masyarakat melengkapi kebutuhan pendukung pangan.

Sejumlah milenial yang tergabung dalam Kelompok Perempuan Tani (KPT) Kunjungmae Rammang-rammang juga mengajak para ibu rumah tangga (IRT) melakukan budi daya tanaman pangan guna memperkuat ketahanan pangan keluarga.

Kegiatan berbasis masyarakat ini bertujuan mengembangkan potensi warga dalam memanfaatkan lahan dan pekarangan rumahnya bercocok tanam yang berdampak pada ketahanan ekonomi keluarga.

Setidaknya, kata Masriani selaku Ketua KPT Kunjungmae Desa Rammang-rammang, mengurangi pengeluaran karena hasil tanamnya mereka konsumsi. Mereka tidak beli sayur lagi, cabai, dan tomat karena semuanya itu dari hasil tanamannya sendiri.

Hasil tanaman dari pekarangan rumah tangga ini untuk konsumsi wisatawan, terutama turis luar negeri yang melakukan kunjungan dan menggunakan jasa homestay masyarakat setempat.

Semua hasil tanamannya alami. Cuma pas COVID-19, banyak di antara IRT berhenti menanam. Akhirnya bibit yang ada itu habis, bahkan sekarang tidak ada. Sementara itu, bagi yang masih aktif menanam tersisa sebagian dan hasilnya masih tahap konsumsi pribadi.

Meski demikian, tetap melakukan pemberdayaan perempuan kendati semangat budi daya tanaman pangan tampak menurun. Apalagi, semenjak merebaknya COVID-19. Ini dipengaruhi oleh tingkat kunjungan yang berkurang dan tentu berpengaruh pada penghasilan masyarakat sekitar.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022