Jakarta (ANTARA) - Industri pakaian merupakan penyumbang limbah terbesar kedua di dunia. Jutaan pohon ditebang setiap tahunnya untuk memproduksi tekstil dan puluhan ton tekstil berujung menjadi limbah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Dari banyaknya pakaian bekas yang menjadi limbah, hanya seperempat di antaranya didaur ulang dan didonasikan. Pola yang dibiarkan berkepanjangan telah menyumbangkan emisi karbon dalam jumlah yang tidak sedikit untuk bumi ini.

Perusahaan sosial Setali memberi napas baru untuk pakaian bekas dalam pameran “Barang Lama Bersemi Kembali” yang bertempat di ASHTA District 8 yang berlangsung hingga 26 Juni 2022.

Baca juga: Coba "slow fashion", jalani tiga bulan tanpa belanja baju baru

Pameran ini menampilkan produksi barang daur ulang, edukasi melalui kegiatan-kegiatan upcycling workshop, live upcycling, jasa vermak, serta rangkaian infografis. Ada juga pilihan produk kolaborasi Setali dengan beberapa jenama fesyen, tekstil dan furnitur seperti koleksi furnitur dengan Tejas menggunakan kain perca, juga kreasi busana upcycle kolaborasi dengan Nonarara, Gaea Home dan Arte Wear. Pengunjung juga dapat menyalurkan pakaian bekas yang nantinya akan diserap oleh Setali dan Pable sebagai bentuk kolaborasi lainnya.

Andien Aisyah, salah satu pendiri Setali, menyampaikan Setali melalui ekshibisi ini ingin berbagi pengetahuan tentang daur ulang limbah dan kegiatan upcycle pada pengunjung sebagai misi memberikan kehidupan baru pada pakaian bekas.

"Setali memberi kehidupan baru untuk pakaian bekas dan limbah tekstil yang ditolak atau tidak terjual dengan mengubahnya menjadi sebuah kreasi yang menginspirasi," kata Andien dikutip dari siaran resmi, Rabu.

Ia menuturkan, istilah slow fashion dan upcycle menjadi prinsip utama yang dibawa Setali dalam menghasilkan tiap kreasinya. Selain bertujuan untuk mengolah limbah pakaian, mereka juga berupaya untuk meningkatkan mata pencaharian orang-orang yang turut membantu produksi dan pengolahan limbah pakaian tersebut. Setiap orang dapat berkontribusi dengan menyumbangkan pakaian bekas mereka yang kemudian dapat digantikan oleh barang daur ulang yang lain.

“Setiap pembelian hasil produk daur ulang akan dimanfaatkan untuk memberdayakan para pengrajin lokal dan komunitas penjahit lewat pelatihan dan berbagai kegiatan peningkatan keterampilan," kata Andien.

Baca juga: Hidup minim sampah tapi tetap fashionable dengan menyewa baju

Baca juga: Perancang Indonesia & Greenpeace lelang barang berbahan daur ulang

Baca juga: Fashion ramah lingkungan pasti lebih mahal?

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022