Mataram (ANTARA) - Majelis Hakim menjatuhkan vonis kepada dua terdakwa korupsi proyek pembangunan dermaga di kawasan wisata Gili Air, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, masing-masing selama 16 bulan penjara.

Dua terdakwa tersebut adalah Slamet Waloejo, direktur perusahaan konsultan pengawas dari CV Karya Mahardika 97 bersama tenaga ahlinya (team leader) Luqmanul Hakim.

Ketua Majelis Hakim Kadek Dedy Arcana dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Rabu, membacakan vonis pertama untuk terdakwa Slamet Waloejo.

"Dengan ini menyatakan terdakwa Slamet Waloejo terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar dakwaan subsider dengan menjatuhkan pidana selama 1 tahun dan 4 bulan penjara serta denda Rp 50 juta," kata Dedy Arcana.

Apabila terdakwa tidak mampu membayar denda dalam kurun waktu sebulan terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap, lanjut Dedy Arcana, terdakwa wajib menggantinya dengan kurungan badan selama satu bulan.

Dalam putusan yang menyatakan Slamet Waloejo terbukti melanggar dakwaan subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, hakim tidak membebankan untuk membayar kerugian negara.

Namun demikian, adanya penitipan uang Rp50 juta ke penyidik kejaksaan akan dipertimbangkan hakim sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian negara yang nilainya mencapai Rp782 juta dari nilai kontrak kerja tahun 2017 senilai Rp6,28 miliar.

Putusan untuk Slamet Waloejo ini pun selaras dengan tuntutan jaksa, baik dalam hal pidana hukuman dan denda maupun pembayaran uang pengganti kerugian negara.

Usai mendengarkan putusan, Slamet Waloejo menyampaikan dirinya belum dapat menentukan sikap. Begitu juga dengan jaksa penuntut umum yang diwakilkan Budi Tridadi.

Pada agenda sidang kedua, putusan untuk terdakwa Luqmanul Hakim yang berperan sebagai tenaga ahli dari konsultan pengawas proyek.

Hakim menyatakan perbuatan Luqmanul Hakim terbukti melanggar dakwaan subsider dengan menjatuhkan hukuman 16 bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.

Luqmanul juga tidak dibebankan uang pengganti kerugian negara. Namun uang Rp75 juta yang telah dititipkan ke penyidik dipertimbangkan hakim menjadi bagian dari upaya pemulihan kerugian negara.

Lalai

Untuk putusan Luqmanul Hakim ini lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa dua tahun penjara dengan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.

Usai mendengarkan keterangan hakim, Luqmanul menyatakan menerima putusan tersebut,  sedangkan dari pihak kejaksaan menanggapi dengan menyatakan masih pikir-pikir.

Dalam uraian putusan kedua terdakwa, proyek pembangunan dermaga di kawasan wisata Gili Air pada Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Lombok Utara, Luqmanul Hakim yang mendapat kuasa dari Direktur CV Karya Mahardika 97, Slamet Waloejo, sebagai tenaga ahli pengawas proyek dinyatakan telah lalai dalam tugas.

Pernyataan itu pun sesuai tuntutan jaksa yang mengacu pada kajian ahli konstruksi terkait adanya temuan kekurangan volume pekerjaan dan kelebihan pembayaran.

Hasil audit pun menemukan potensi kerugian negara dengan nilai Rp98,138 juta untuk volume pekerjaan yang kurang dan kelebihan pembayaran yang meliputi tiga item pekerjaan dengan nilai Rp684,238 juta.

Luqmanul Hakim bersama Slamet Waloejo sebagai konsultan pengawas terungkap telah menyetujui perubahan volume pekerjaan pemancangan yang tidak berdasar pada kajian teknis maupun adendum kontrak.

Luqmanul Hakim bersama Slamet Waloejo juga menerbitkan rekapitulasi kemajuan pekerjaan yang menyatakan telah mencapai bobot 100 persen, namun pada faktanya pekerjaan tersebut belum selesai.

Baca juga: Pelaksana proyek Dermaga Gili Air NTB dituntut 6 tahun bui

Baca juga: Tenaga ahli pengawas proyek dermaga Gili Air dituntut 2 tahun bui

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022