Tidak hanya di Depok, kebutuhan akan perlintasan resmi juga diharapkan warga Bekasi dan Tangerang serta sejumlah wilayah lain yang dilintasi jaringan rel kereta api
Jakarta (ANTARA) - Tabrakan kendaraan bermotor dan kereta api di perlintasan liar sebidang kembali terulang, dan mungkin akan terulang jika tidak ada upaya serius mencari jalan keluar.

Data dari PT Kereta Api Indonesia(KAI) Daop 1 Jakarta, sepanjang Januari-Juni 2022 tercatat telah terjadi sebanyak 95 kecelakaan di perlintasan sebidang.

Kasus terbaru terjadi di perlintasan ilegal Gang Walet, Tambun, Kabupaten Bekasi, Selasa (21/6) 2022 sehingga satu orang tewas.
Tabrakan maut itu bermula ketika mobil Avanza melintas dari arah Jalan Stadion Cikarang, Kabupaten Bekasi dan mogok di tengah rel, dan beberapa saat kemudian melaju kereta api Argo Sindoro jurusan Semarang-Gambir.

Beruntung ibu dan anak di dalam mobil bisa keluar sebelum benturan terjadi, namun sang ayah tewas setelah mobilnya terseret sejauh dua kilometer.

Dua bulan sebelumnya, Rabu (22/4), sebuah Honda Mobilio juga mencoba melintasi perlintasan ilegal di Ratujaya Depok, Jawa Barat.  Nahas, saat bersamaan muncul KRL tujuan Jakarta sehingga Honda Mobilio terjepit antara kereta dan pagar pengaman jalur kereta. Beruntung sang sopir selamat, namun dua jam lebih perjalanan KRL yang menjadi andalan pekerja ke Jakarta menjadi terganggu.

Dua peristiwa itu menunjukkan betapa rawannya perlintasan sebidang ilegal, apalagi dijaga tanpa pintu palang otomatis. Walau ada penjaga lintasan, biasanya jalan-jalan di perlintasan ilegal Ini sempit dan selalu padat kendaraan sehingga seringkali antrean kendaraan di tengah rel sulit mencair karena macet.
Ini juga menunjukkan juga kecerobohan pengemudi yang berani menggunakan jalan alternatif yang berbahaya. Tetapi bagi sebagian masyarakat jalan alternatif itu menjadi sebuah pilihan agar mereka bisa lebih cepat sampai tujuan.

Dari kejadian itu PT KAI dengan tegas menutup kedua pelintasan liar itu sebagai upaya mewujudkan keselamatan dan keamanan perjalanan kereta api dan masyarakat. Bahkan, dua hari sebelum kecelakaan maut di Gang Walet itu, PT KAI Daop 1 Jakarta menutup enam perlintasan liar.

Kepala Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Eva Chairunisa mengatakan tingginya angka kecelakaan di perlintasan sebidang menjadi perhatian bersama baik operator, regulator, pemerintah maupun kewilayahan setempat secara masif.

Keenam perlintasan liar yang rawan terjadi kecelakaan dan ditutup pada Minggu ini adalah Km 22+5/6 petak jalan Cakung-Kranji, Km 8+2/3 petak jalan Tanahabang-Palmerah, Km 41+2/3 petak jalan Citayam-Bojonggede, Km 39+9/0 petak jalan Citayam-Bojonggede, Km 57+6/7 petak jalan Daru-Tigaraksa, dan Km 91+9/0 petak jalan Catang-Cikeusal.

17 perlintasan ditutup

Secara total sejak Januari hingga Juni 2022 terdapat 17 perlintasan di wilayah Daop 1 Jakarta telah ditutup bekerja sama dengan para pihak terkait seperti Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, pemda, dishub dan aparat kewilayahan.

Perlintasan yang ditutup tersebut, 13 titik merupakan perlintasan liar dan 4 titik merupakan perlintasan resmi.

Penutupan itu sesuai Undang Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 94 menyatakan bahwa (1) Untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup; (2) Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

PT KAI terus berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tertib dalam berlalu lintas dan ikut menjaga keselamatan perjalanan KA.

Pengguna kendaraan yang akan melalui perlintasan sebidang resmi juga diimbau agar mengikuti tata tertib melalui rambu yang telah disiapkan dengan tidak memaksakan diri tetap melaju jika rambu sudah berbunyi.

Aturan tersebut juga sesuai dengan PP No. 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan KA Pasal 110 yang menyatakan bahwa (1) Pada perpotongan sebidang antara jalur KA dengan jalan yang untuk lalu lintas umum atau lalu lintas khusus, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan KA; (2) Pemakai jalan wajib mematuhi semua rambu-rambu jalan di perpotongan sebidang; (3) Pintu perlintasan pada perpotongan sebidang berfungsi untuk mengamankan perjalanan KA.

Menjadi jelas pintu perlintasan yang ada itu untuk mengamankan perjalanan KA karena sistem pengereman kereta tidak bisa cepat menghentikan lajunya dan yang didahulukan dan pengendara lain harus mengikuti aturan di perlintasan sebidang untuk mengamankan perjalanan KA.

Dibuka lagi

Sangat disayangkan, upaya penutupan perlintasan sebidang yang sudah dilakukan PT KAI di Kampung Rawageni, Ratujaya, Depok akhirnya kembali dibuka warga.

Untuk warga akses jalan itu sangat penting bagi kendaraan dari wilayah Cipayung, Depok yang akan bergerak menuju Pancoran Mas, Depok atau sebaliknya.

Saat perlintasan itu ditutup, jalan alternatif lain sepanjang Jalan Baru Dipo KRL Depok selalu terjadi antrean kendaraan roda empat apalagi di beberapa titik terjadi penyempitan sehingga kendaraan harus bergantian melintas.

Saking parahnya jika jam masuk kantor maka perlu hampir 20 menit melintasi jalan Dipo KRL itu. Ini yang membuat aktifitas warga juga menjadi terganggu.

Pada Senin (20/6) 2022, bantalan beton yang menghalangi perlintasan sebidang di Jalan Rawageni itu disingkirkan dan kendaraan akhirnya bisa melalui perlintasan yang kini dijaga tiga orang pemuda.

Salah satu warga yang menjaga pelintasan sebidang mengatakan, perlintasan sebidang itu dibuka berdasarkan kesepakatan warga dari lima Rukun Warga (RW) karena warga keberatan dengan padatnya kendaraan roda empat dan roda dua di Jalan Baru Dipo yang tanpa henti mengalir sejak pukul 06.00 sampai pukul 20.00 malam.

Antrean kendaraan membuat resah warga di jalur itu, sejak perlintasan ilegal itu ditutup. Apalagi jalan di pinggir areal Dipo KRL itu lebih sempit dibanding Jalan Raya Rawageni.

Sebenarnya masih ada perlintasan liar serupa yang akhirnya menjadi akses alternatif di sepanjang Jalan Raya Citayam itu karena tanpa akses itu maka kendaraan yang akan melintas dari timur ke barat atau sebaliknya hanya mempunyai dua akses yaitu di sekitar Stasiun Citayam dan di Pondok Terong.

Pelintasan Pondok Terong tidak begitu padat, namun perlintasan di ujung Stasiun Citayam walaupun resmi, namun sebenarnya lebih rawan kecelakaan dibanding perlintasan liar karena lebih padat kendaraan dan model lintasan yang salah satunya berbelok tajam dengan tanjakan.

Di sisi sebelah timur perlintasan juga akan dua jalan aksesnya langsung menuju perlintasan, belum lagi dari perlintasan di sebelah barat ada Pasar Citayam yang menjadi tempat "ngetem" angkutan umum.

Kendaraan roda empat harus rela antre sampai 30 menit untuk bisa bergerak dari Stasiun Citayam menuju Pasar Citayam atau sebaliknya, karena padatnya arus kendaraan dan seringnya perlintasan ditutup karena frekuensi KRL yang tinggi.

Siapapun akan berusaha menghindari perlintasan maut itu dan akhirnya perlintasan liar di Jalan Laskar menjadi alternatif yang bisa lebih cepat melintasi jalur kereta Jakarta-Bogor.

Bangun tidak sebidang

Satu-satu cara adalah segera membangun perlintasan tidak sebidang di ujung selatan Stasiun Citayam dan di Rawageni apalagi ini sesuai dengan amanat UU Perkeretaapian dan untuk menjamin keselamatan pengguna jalan.

Pemda harus merancang sejak dini perlintasan tidak sebidang itu karena mobilitas penduduk di sekitar Citayam sudah sangat tinggi dan menjadi kebutuhan masyarakat modern yang menginginkan kecepatan mobilitas.

Ke depan pertumbuhan penduduk di sekitar Citayam akan meningkat karena banyak tumbuh perumahan baru sehingga memicu juga penambangan volume kendaraan yang melintasi jaringan rel yang memisahkan dua wilayah itu.

Tidak hanya di Depok, kebutuhan akan perlintasan resmi juga diharapkan warga Bekasi dan Tangerang serta sejumlah wilayah lain yang dilintasi jaringan rel kereta api. Apalagi sekarang PT KAI juga akan menghidupkan kembali jalur-jalur KA yang sudah lama mati.

Munculnya jalur baru KA juga pasti menimbulkan kebutuhan masyarakat akan perlintasan kereta yang aman. Kerja sama antara Ditjen Perkeretaapian dengan PT KAI dan pemda diperlukan untuk menyediakan perlintasan yang aman dan menekan angka kecelakaan yang terjadi di perlintasan sebidang antara jalan kereta dan jalan.

Berdasarkan pasal 5 Permenhub Nomor 94 Tahun 2018 tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang antara Jalur Kereta dengan Jalan, evaluasi perlintasan sebidang dilaksanakan paling sedikit satu tahun sekali oleh Ditjen Perkeretaapian untuk perlintasan sebidang yang berada di jalan nasional; gubernur, untuk perlintasan sebidang yang berada di jalan provinsi; dan bupati/wali kota untuk perlintasan sebidang yang berada di jalan kabupaten/kota dan jalan desa.

Hasil evaluasi tersebut disertai rekomendasi apakah perlintasan tersebut dibuat menjadi tidak sebidang, ditutup, atau ditingkatkan keselamatannya dengan memasang portal, isyarat lampu, tulisan, suara, dan lainnya.

Bagaimana evakuasi perlintasan sebidang selama ini, apakah ada tindak lanjut evaluasi itu. Evaluasi itu pasti akan menganalisa tingkat kerawanan setiap perlintasan sebidang dan rekomendasi yang dihasilkan.

Semoga pihak yang berkepentingan tidak lalai melakukan evaluasi dan mendorong segera pembangunan pelintasan tidak sebidang untuk perlintasan yang dalam tahun terakhir sudah masuk kategori rawan kecelakaan.

Selain itu perlintasan liar yang selama ini menjadi kebutuhan warga perlu ditingkatkan keselamatannya dengan tambahan peringatan rambu dan suara serta penambahan petugas perlintasan.

Harus ada upaya untuk terus meningkatkan keselamatan baik di perlintasan resmi ataupun perlintasan liar.

Baca juga: Perjalanan KA- KRL terhambat, imbas kecelakaan KA Argo Sindoro

Baca juga: Demi keselamatan, Kemenhub tutup 170 perlintasan KA liar di Sumbar

Baca juga: KAI diminta tutup perlintasan sebidang tak terjaga

Baca juga: Sering kecelakaan, KAI ingatkan jaga keselamatan di perlintasan kereta

Copyright © ANTARA 2022