Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi Arif Hendrawan, selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM), ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Surabaya berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Arif merupakan terpidana dalam perkara korupsi pengadaan dan pemasangan mesin penggilingan tebu atau six roll mill di Pabrik Gula (PG) Djatiroto PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI tahun 2015-2016.

"Jaksa Eksekutor KPK Gandasari Simanjuntak telah selesai melaksanakan eksekusi pidana badan dari terpidana Arif Hendrawan berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya yang perkaranya telah berkekuatan hukum tetap," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat.

Ali mengatakan terpidana Arif akan menjalani pidana penjara selama empat tahun dan lima bulan di Lapas Kelas I Surabaya.

"Terpidana juga dihukum membayar pidana denda sebesar Rp100 juta dan pidana tambahan lain berupa pembebanan pembayaran uang pengganti sebesar Rp14 miliar," kata Ali.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, dalam putusan yang dibacakan Senin (30/5), menyatakan terdakwa Arif terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK, pada 25 November 2021, telah mengumumkan Arif dan mantan Direktur Produksi PT PTPN XI Budi Adi Prabowo sebagai tersangka.

Baca juga: Dua tersangka kasus korupsi Pabrik Gula Djatiroto segera disidang

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Budi, selaku Direktur PTPN XI 2015-2016 yang telah mengenal baik tersangka Arif selaku Direktur PT WDM, melakukan beberapa kali pertemuan pada 2015; di antaranya menyepakati pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali. Tersangka Arif diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang.

Selain itu, tersangka Arif juga aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai Rp78 miliar, termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot six roll mill di PG Djatiroto. Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan tersangka Budi dan tersangka Arif, yaitu senilai Rp79 miliar.

Saat proses lelang dilakukan, diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT WDM, di antaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat aanwijzing karena PT WDM sudah lebih dulu menyiapkan komponen barangnya.

KPK juga menduga saat proses lelang masih berlangsung, ada pemberian satu unit mobil oleh tersangka Arif kepada tersangka Budi. Terkait proses pembayaran diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT WDM yang disetujui oleh tersangka Budi.

KPK menduga kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan tersebut sejumlah sekitar Rp15 miliar dari nilai kontrak Rp79 miliar.

Baca juga: KPK limpahkan berkas dua terdakwa korupsi pengadaan mesin PG Djatiroto
Baca juga: KPK perpanjang penahanan 2 tersangka kasus korupsi PG Djatiroto

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022