Jakarta (ANTARA) - Tim Kerja untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri dari enam lembaga mendesak Pemerintah Indonesia agar segera meratifikasi peraturan pencegahan penyiksaan sebagaimana yang terdapat dalam Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT).

"Konvensinya sendiri sudah menjadi undang-undang, dan ada undang-undang lain juga yang menekankan penyiksaan itu melanggar hak asasi manusia," kata Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin Al Rahab di Jakarta, Jumat.

Pernyataan pelanggaran hak asasi manusia tersebut terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Politik.

Baca juga: Analis hukum: Komnas HAM bisa lakukan penyelidikan di luar Indonesia

"Jadi, undang-undang itu menyatakan penyiksaan bertentangan dengan hak asasi manusia," ujarnya.

Amiruddin mengingatkan pemerintah perlu segera meratifikasi peraturan pencegahan penyiksaan. Sebab, hingga hari ini data yang masuk ke Komnas HAM menunjukkan penyiksaan ada dan terus terjadi.

Bahkan, bentuk-bentuk penyiksaan tersebut melampaui imajinasi akal sehat. Sebagai contoh peristiwa yang terjadi Polrestabes Kota Medan, Sumatera Utara dimana seorang tahanan disiksa dan disuruh masturbasi menggunakan balsam hingga meninggal dunia.

Tidak hanya itu, Amiruddin juga menyinggung soal kejahatan yang dilakukan oleh Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin yang membuat tahanan pribadi dan telah berlangsung selama bertahun-tahun.

"Ini menunjukkan institusi negara di wilayah itu tidak berfungsi untuk mencegah," kata dia.

Menurutnya, apa yang dipublikasikan di media massa atau muncul ke publik baru sebatas "puncak gunung es". Padahal, jika ditelisik lebih jauh masih banyak kasus-kasus penyiksaan yang terjadi hanya saja belum diketahui.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah penyiksaan di Tanah Air maka diperlukan sebuah mekanisme salah satunya dengan meratifikasi peraturan pencegahan penyiksaan.

"Optional protocol yang kita usulkan diratifikasi ini adalah mekanisme yang bisa jadi pedoman mencegah segala bentuk penyiksaan dan merendahkan martabat manusia," jelasnya.

Tim KuPP sendiri terdiri dari enam lembaga yakni Komnas Perempuan, Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Disabilitas dan Ombudsman RI.

Baca juga: Pansel: Tidak ada jaminan calon petahana lolos seleksi Komnas HAM
Baca juga: Komnas HAM: Masih banyak aduan pelanggaran hak atas tempat tinggal

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022