Dubai (ANTARA) - Qatar akan menjadi tuan rumah perundingan tak langsung antara Iran dan Amerika Serikat dalam beberapa hari mendatang menyangkut kesepakatan nuklir 2015, demikian dilaporkan media Iran, Senin.

Laporan itu muncul di tengah tekanan yang dilancarkan Uni Eropa agar perundingan soal pakta nuklir 2015 dihidupkan kembali --setelah mengalami kebuntuan selama berbulan-bulan.

"Iran sudah memilih Qatar untuk menyelenggarakan pembicaraan itu karena Doha dan Teheran memiliki hubungan yang bersahabat," kata Mohammad Marandi, kepada kantor berita Iran ISNA, Senin.

Marandi adalah penasihat bidang media untuk kepala juru runding Iran soal nuklir.

Pada Maret, sebuah perjanjian internasional tampaknya hampir tercapai ketika EU sebagai pengatur perundingan mengundang para menteri luar negeri pihak-pihak penandatangan pakta 2015 ke Wina, Austria.

Para menlu diundang untuk menyelesaikan kesepakatan setelah perundingan tak langsung berjalan selama 11 bulan antara Teheran dan pemerintahan Presiden Joe Biden.

Namun, sejak itu perundingan tersebut terhenti terutama karena Teheran bersikeras meminta Washington mengeluarkan Korps Garda Revolusioner (IRGC) --pasukan keamanan elit Iran-- dari daftar Organisasi Teroris Asing AS (FTO).

Kepala kebijakan luar negeri EU Josep Borrell, yang berkunjung ke Iran pekan lalu, mengatakan pada Sabtu (25/6) bahwa pembicaraan tak langsung diharapkan akan dimulai kembali dalam beberapa hari mendatang --di sebuah negara Teluk-- untuk mengatasi kemacetan.

Seorang sumber yang mendapat pemaparan soal kunjungan itu mengatakan "Utusan Khusus AS untuk Iran, Robert Malley, dijadwalkan tiba di Doha pada Senin dan akan melakukan pertemuan dengan menteri luar negeri Qatar."

Sementara itu, seorang pejabat Iran mengatakan kepada Reuters bahwa kepala perunding nuklir Iran Ali "Bagheri Kani akan berada di Doha untuk menghadiri pembicaraan itu pada 28 Juni dan 29 Juni".

Pekan lalu, seorang pejabat Iran dan satu pejabat Eropa mengatakan kepada Reuters bahwa Iran sudah mencabut tuntutannya soal IRGC dikeluarkan dari FTO.

Namun, kata para pejabat itu, dua masalah --termasuk soal sanksi, masih belum terselesaikan.

"Tidak ada yang disepakati sampai semuanya disepakati," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh, Senin.

"Kita akan lihat apakah kesepakatan bisa dicapai dalam minggu-minggu mendatang ... Langkah-langkah Iran menyangkut nuklir dapat diubah kalau Washington memenuhi komitmennya."

Pakta nuklir, yang dicapai pada 2015, berisi larangan terhadap Iran untuk melakukan kegiatan nuklir. Sebagai imbalan, sanksi-sanksi internasional terhadap Iran akan dicabut.

Presiden AS saat itu, Donald Trump, pada 2018 menarik AS keluar dari perjanjian itu dan kemudian memberlakukan serangkaian sanksi keras ekonomi terhadap Teheran.

Iran membalas langkah AS itu dengan melanggar larangan-larangan yang digariskan dalam pakta nuklir, termasuk soal batasan sebesar 3,67 persen --yang dapat memurnikan uranium-- serta batas 202,8 kilogram untuk stok uranium yang diperkaya.


Sumber: Reuters
Baca juga: Doha berpeluang jadi tuan rumah pembicaraan nuklir Iran putaran baru
Baca juga: Iran salahkan AS atas terhentinya pembicaraan soal pakta nuklir 2015
Baca juga: AS tunggu tanggapan "konstruktif" dari Iran soal kesepakatan nuklir

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022