gerakan desa wisata ini harus tumbuh dari desa itu sendiri, bukan dari pemerintah
Sabang (ANTARA) - Zainun menyusur jalan setapak sembari menenteng sabit dan potongan goni bekas. Jejaknya membelah hamparan pohon kelapa yang ada di kebun kawasan Pantai Anoi Itam, Kecamatan Sukajaya, Kota Sabang, Aceh.

Langkah pria paruh baya itu terhenti usai mendapati sebatang pohon nyiur tepat di depannya. Matanya langsung menuju ke pelepah yang nyaris dipenuhi kelambir muda menggantung di ketinggian 10 meter.

Sejenak kemudian, pohon setinggi bangunan dua lantai itu dinaiki Zainun dengan goni bekas yang telah dimodifikasi, dimanfaatkan sebagai alat bantu kaki untuk bisa mencapai ke puncak.

Buk, sebongkah kelapa muda membumi usai sabit yang sebelumnya diikat di belakang pinggang pria berpakaian kaos lengan panjang dan celana pendek itu, menebas pangkal tempat kelambir tergantung.

Lalu, kelapa yang baru jatuh tersebut dibawa dan dihidangkan ke beberapa wisatawan yang datang ke Desa Anoi Itam. Mereka memang telah menunggu kelambir muda segar yang baru dipetik Zainun untuk disantap.

Konsep menikmati kelapa muda secara langsung di kebun menjadi gaya baru bagi wisatawan yang menyambangi Pulau Weh. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Anoi Itam mengemas potensi ini dalam bentuk paket wisata.

"Jadi di sini kita langsung minum air kelapa di kebunnya, tanpa sedotan dan juga sendok," kata Ketua Pokdarwis Anoi Itam, Suhaimi alias Opung.

Dua tahun terkurung pandemi COVID-19, secara tidak langsung sempat membuat dunia pariwisata Tanah Air mati suri, tak terkecuali Sabang.

Meski demikian, sektor andalan masyarakat dari kota ujung barat Indonesia ini lambat laun kembali menggeliat. Seolah memberi harapan baru bagi pertumbuhan ekonomi warga.

Momentum libur serta cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah lalu, menjadi awal kebangkitan pariwisata Sabang pasca pandemi mewabah.

Dinas Pariwisata Kota Sabang mencatat sekitar 38 ribu wisatawan nusantara berkunjung ke kota ini selama libur panjang berlangsung.

Rata-rata wisatawan yang datang mencapai 3.000-4.000 orang per hari. Mereka umumnya berasal dari Sumatera Utara dan beberapa daerah lain di Indonesia.

Ini menjadi bukti bahwa daya tarik sektor pariwisata dari Pulau Weh memang tidak perlu diragukan lagi. Selain terkenal dengan wisata bahari, kota yang diapit Selat Malaka dan Samudera Hindia ini juga kaya dengan adat, budaya, sejarah hingga aneka kuliner khas.

Pembenahan terus dilakukan Sabang dengan memaksimalkan potensi wisata yang ada dalam menyambut wisatawan lokal maupun mancanegara. Langkah ini dilakukan seiring Indonesia mulai kondusif dari pandemi dan kini menuju persiapan endemi.

Ditambah, Sabang juga merupakan daerah prioritas pemerintah provinsi dalam pengembangan pariwisata, mengingat pariwisata sebagai sektor utama bagi masyarakat setempat untuk menopang hidup.

Salah satu upaya yang kini dilakukan Pemerintah Kota Sabang dalam mendongkrak perekonomian masyarakat adalah dengan gencar menyusun konsep desa wisata.

Tentunya, pengembangan desa wisata ini sesuai dengan kriteria yang ada, seperti budaya, pertulangan, sejarah hingga wisata air dan lainnya. Semua potensi tersebut dimiliki Sabang.

Kini, paket wisata di desa wisata mulai menjadi salah satu komoditi andalan bagi pelaku wisata Sabang, sejalan dengan program Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang tengah pontang-panting meningkatkan Parekraf melalui desa wisata.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Sabang, Anas Fahruddin menyebutkan, pengembangan desa wisata menjadi salah satu prioritas pemerintah. Saat ini sudah ada enam desa wisata dari total 18 desa yang ada di kota tersebut.

Enam desa wisata tersebut meliputi Desa Aneuk Laot, Desa Iboih, Desa Anoi Itam, Desa Jaboi, Desa Krueng Raya, dan Desa Ujong Kareung yang sudah masuk tahap perencanaan.

Seperti Aneuk Laot, diarahkan pengembangannya sebagai desa wisata adat atau budaya. Kemudian Jaboi sebagai desa wisata petualangan karena memiliki hutan lindung dan gunung berapi sebagai modal.

Selanjutnya, desa Iboih sebagai desa wisata air yang cocok bagi para pecinta selam karena memiliki keindahan alam bawah laut, serta desa Anoi Itam sebagai desa wisata sejarah.

Desa-desa ini dituntut sempurna menjadi desa wisata sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Dalam pengembangannya, setiap desa wisata harus didukung dengan penginapan atau homestay, fasilitas umum, serta amenistas lain seperti rumah makan, rumah ibadah, restoran, taman dan sebagainya.

Di samping itu juga sangat dibutuhkan dukungan penuh dari masyarakat dan kearifan lokal setiap desa yang betul-betul terjamin.

“Karena gerakan desa wisata ini harus tumbuh dari desa itu sendiri, bukan dari pemerintah,” kata Anas.

Pada tahun ini, desa wisata Iboih berhasil masuk dalam nominasi Anugerah Pesona Indonesia (API) Award 2022, dengan kategori wisata air.

Begitu juga desa Aneuk Laot pernah masuk tiga besar pada kompetisi Desa Wisata Award 2021 dari PT Bank Centeal Asia (BCA) dan nominasi Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 dari Kemenparekraf.

Tentu, desa-desa wisata lain juga diharapkan mampu terus berbenah menjadi lebih maju sehingga dapat menyumbang prestasi, disamping terus memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat.
 
Wisatawan menikmati dolphin trip di perairan laut kawasan Desa Wisata Iboih, Kota Sabang, Rabu (29/6/2022). (ANTARA/Khalis Surry)


Dukungan

Geliat pengembangan desa wisata menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat ini tidak berjalan sendiri. Pemerintah Kota Sabang harus jalan berbarengan dengan para aparatur desa atau gampong.

Apalagi, desa di Kota Sabang memiliki anggaran yang cukup besar. Hal ini membuat para aparatur bisa mendukung setiap inovasi desa wisata sesuai dengan kriteria.

Saban tahun, Anas menyebut, Pemerintah Kota Sabang menerima anggaran perimbangan mencapai Rp600 miliar. Lima puluh persen dari dana tersebut, wajib dialokasikan untuk desa, sehingga setiap desa akan menerima dana sekitar Rp1,5 miliar per tahun, di luar penerimaan dana desa.

Tentu ini membuat pemerintah tingkat desa melimpah anggaran. Jika ditotalkan dengan dana desa, maka setiap desa mengelola sekitar Rp2,5 miliar anggaran per tahun.

“Maka kita wajibkan aparat desa untuk menganggarkan 10 persen untuk kebersihan gampong, apabila gampong bersih maka bisa menjadi fasilitas untuk wisata,” kata Anas.

Dengan anggaran sebesar itu di desa, diharapkan mampu menumbuhkan inovasi desa dalam pengembangan desa wisata, di samping pemberdayaan sektor lain.

Di sisi lain, Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) turut mendorong pengembangan desa wisata sehingga memperbanyak destinasi pariwisata di Aceh.

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) ASPPI Aceh Azwani Awi mengatakan pengembangan desa wisata sudah menjadi program kerja pengurus ASPPI periode 2019-2023. Untuk itu, pihak menargetkan satu desa wisata setiap tahun menjadi binaan ASPPI Aceh.

Kehadiran desa wisata menjadi daya tarik kunjungan wisatawan ke Aceh, tentunya ini berdampak pada aktivitas pelaku pariwisata di Tanah Rencong, serta mendorong tumbuhnya banyak usaha ekonomi kreatif masyarakat, yang berujung pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Promosi

Paket wisata dari desa wisata yang dimiliki Kota Sabang mulai dijual kepada setiap wisatawan. Kendati belum semua desa siap menerima tamu karena masih kekurangan fasilitas dan terus berbenah.

Promosi terus digencarkan. Pemerintah juga menjadi Famtrip dengan melibatkan unsur pelaku pariwisata dari Sumatra Utara dan Aceh menjadi salah satu sarana promosi paket desa wisata.

Pemerintah berharap agar para agen travel ini mampu memasarkan paket wisata di desa wisata Kota Sabang kepada setiap tamu yang memakai jasa travel mereka, sehingga meningkatkan kunjungan.

Beberapa paket desa wisata yang ditawarkan mulai dari atraksi budaya dan kearifan lokal, seperti di Anoi Itam terdapat atraksi minum air kelapa di kebun, tur Benteng Jepang, membuat kerupuk ikan, atraksi rujak, bu ngon ue (nasi dengan kelapa) dan pisang keurabee.

Kemudian, membuat kue karah, menganyam bluet (daun kelapa), hingga belajar rapa’i di desa Aneuk Laot, selanjutnya tur dan wisata petualangan di Gunung Api Jaboi, membuat Bakpia Jaboi, tiek jeu (lempar jala) hingga ngopi kampung.

"Gunung Api Jaboi ini potensi besar dan sudah terkenal, jadi kita mulai pembenahan dari sini, baru berlanjut ke destinasi lain di Jaboi seperti Taman Pasie Jaboi, Batee Tamon dan kuburan keramat," kata Ketua Pokdarwis Jaboi Hidayatullah.

Sementara di desa wisata Iboih, pemerintah menawarkan paket wisata dolphin trip, snorkling, selam serta aktivitas wisata lain kerap dilakukan wisatawan di kawasan Pulau Rubiah, Iboih.

Selain itu, menurut Kabid Pemasaran Pariwisata Dispar Sabang Murdiana, Famtrip ini juga sebagai wadah untuk peningkatan sumber daya pariwisata di Sabang. Terutama motivasi bagi Pokdarwis selaku generasi milenial dan kreatif.

“Pengembangan pariwisata Kota Sabang ini ada di tangan mereka, sehingga desa menjadi destinasi yang menarik dan banyak dikunjungi wisatawan,” kata Murdiana.

Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022