Jakarta (ANTARA News) - Kawula muda di rentang waktu 1980 hingga 1990-an tentu sangat kenal dengan sosok "rocker" kondang Hari Moekti, yang dengan ciri khas suara maupun jingkrak-jingkrakannya begitu menyihir para penggemar musik, khususnya yang beraliran rock. Namun, bagi para penggemarnya, sosok itu kini sudah tidak mungkin lagi dilihat dalam gaya seperti itu, dan boleh jadi penampilannya telah berubah seratus delapan puluh derajat. Ia kini lebih dikenal sebagai sosok pendakwah, dan sangat sering diundang dalam kapasitas barunya sebagai dai atau ustad yang menyerukan pesan-pesan Islami. Dalam diskusi di arena "Islamic Book Fair" (IBF) 2006 di Gelora Bung Karno, Senayan-Jakarta, kemarin, ia tampil sebagai salah satu pembicara diskusi "Semai Syariah di Layar Kaca". Ia menyoroti bahwa saat ini banyak sekali bermunculan sinetron yang mengangkat tema Islami. Namun, ia mempertanyakan benarkah sinetron tersebut benar-benar Islami, atau jangan-jangan hanya meminjam label Islam untuk menarik penontonnya, sedangkan isinya justru tidak mengandung kebenaran Islam. "Hal ini harus benar-benar diwaspadai," demikian diungkapkan Hari Moekti. "Sinetron Islami di layar kaca bukanlah Islam. Karena menurut aturan Islam, jika sedikit saja Islam dicampur dengan yang haram maka akan menjadi haram," katanya. Hadir pula sebagai pembicara, Anneke Putri, artis sinetron dan Syaeful G Wathon, sutradara sinetron. Hari Moekti mengungkapkan, jika ingin berdakwah di kancah sinetron justru dikhawatirkan membawa banyak kemudharatan. Maka, adalah lebih baik jika dai mendakwahkan syariat Islam yang kaffah (menyeluruh). Bukan dengan jalur sinetron yang lebih banyak membawa mudharat, dan membawa keharaman. "Jika berdakwah melalui media efektif, maka jalannya adalah dengan menguasai televisi," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006