Peradangan hebat yang terjadi pada berbagai sistem organ
Jakarta (ANTARA) - Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Yogi Prawira meminta para orang tua untuk mewaspadai multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) pada anak usai terpapar COVID-19.

"Pada saat fase akut memang 70 persen anak-anak itu mungkin gejalanya ringan bahkan sebagian tanpa gejala. Tapi kita tetap harus waspada sesudah itu kalau misalnya timbul gejala-gejala peradangan maka harus segera diperiksakan ke dokter," ujar Yogi dalam webinar Liburan Sehat, Anak Aman COVID-19 di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, banyak yang berasumsi bahwa anak yang terinfeksi COVID-19 hanya tampak pada fase akut atau fase terinfeksi saja.

Padahal, lanjut dia, para dokter banyak menemukan adanya kondisi multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) pada anak usai terpapar COVID-19.

Baca juga: Satgas minta orang tua tidak ajak anak berlibur jika belum booster

Baca juga: IDAI sorot PTM, menyusul kematian anak akibat COVID-19 di Singapura


Ia mengatakan kondisi MIS-C umumnya terjadi pada fase lanjut meski hasil PCR sudah negatif. Kondisi itu muncul dua hingga enam pekan setelah terpapar COVID-19.

MIS-C merupakan kondisi medis ketika bagian organ-organ tubuh pada anak mengalami peradangan atau inflamasi termasuk jantung, paru-paru, ginjal, otak, kulit, mata, atau organ pencernaan.

"Itu adalah sesuatu sindrom, peradangan hebat yang terjadi pada berbagai sistem organ, justru itu terjadi pasca COVID-19," tuturnya.

Yogi mengemukakan, jika anak terpapar COVID-19 dari fase akut menjadi kritis biasanya anak itu memiliki komorbid seperti penyakit jantung bawaan, ginjal kronik, defisiensi sistem imun.

Ia menambahkan, MIS-C seringkali terjadi pada anak-anak yang imunitasnya baik. Tapi beberapa pekan atau bulan setelah COVID-19 teratasi baru timbul peradangan hebat.

"Jadi pada anak kita tidak hanya bicara pada fase akutnya saja. Justru pada saat PCR yang sudah negatif beberapa anak mengalami peradangan hebat sehingga yang paling utama adalah pencegahan," tuturnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, para orang tua diminta untuk memperhitungkan faktor risiko bila ingin bepergian bersama anak keluar rumah.

"Seandainya memang harus melaksanakan perjalanan mungkin mencari lokasi yang terbuka, ventilasinya terbuka, ada aliran udara. Walaupun outdoor saya tetap menyarankan untuk menggunakan masker untuk anak di atas dua tahun," tuturnya.

Baca juga: "Roleplay" hingga "playdate", stimulasi anak bersosialisasi usai COVID

Baca juga: Orang tua perlu bersiap untuk kemungkinan "long COVID-19" pada anak

 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022