kita harus mengambil tindakan yang lebih ambisius
Jakarta (ANTARA) - Forum G20 2022 di bawah kepemimpinan Indonesia didorong untuk mengembangkan rencana aksi nyata untuk mengatasi perubahan iklim dan polusi udara.

"G20 di bawah kepresidenan Indonesia diharapkan bisa mengembangkan rencana aksi yang nyata," kata Wakil Presiden Asia Timur, Asia Tenggara, dan Asia Pasifik dari ADB Ahmed M Saeed dalam S20 High Level Policy Webinar bertema Applying Science and Technology to Achieve Clean Air and Climate Co-Benefits yang diadakan dalam jaringan di Jakarta, Kamis.

Saeed mengatakan tindakan nyata untuk mengatasi perubahan iklim dan polusi udara dapat memberikan manfaat bersama yang signifikan untuk membantu negara memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan.

Menurut dia, untuk mencapai tujuan Perjanjian Iklim Paris (Paris Agreement), pengurangan emisi karbon dioksida saja tidak akan cukup.

Saeed menuturkan polutan iklim berumur pendek yang dikenal seperti metana, ozon troposfer dan karbon hitam, komponen partikel dapat menyebabkan pemanasan iklim juga. Dalam beberapa kasus, lebih parah daripada gas rumah kaca.

Baca juga: Kemenkeu: Investasi infrastruktur hijau butuh 6,9 triliun dolar AS
Baca juga: Pengembangan energi biomassa dinilai perlu dukungan semua pihak

Oleh karena itu, tindakan untuk mengurangi polutan udara tersebut sama pentingnya dengan tindakan untuk mengurangi gas rumah kaca yang lebih umum dikenal.

Menurut analisis Badan Energi Internasional, jika janji dan komitmen yang dibuat pemerintah dalam COP26 dipenuhi sepenuhnya dan tepat waktu, maka akan ada kenaikan suhu global menjadi 1,8 derajat Celsius, lebih tinggi dari yang ditargetkan, yakni 1,5 derajat Celsius.

"Artinya, kita harus mengambil tindakan yang lebih ambisius. Kita harus bergerak segera dan kita harus bergerak melampaui komitmen resmi. Mengurangi polusi udara perlu menjadi bagian penting dari langkah-langkah mendesak untuk menyelamatkan planet kita," ujar Saeed.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Clean Air Asia Bjarne Pedersen mengatakan penetapan rencana aksi yang jelas dan didukung secara politik dapat memperketat standar kualitas udara dan mendekati pedoman kualitas udara yang dibentuk Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2020.

Baca juga: Langkah Pertamina jawab tantangan ESG untuk pertumbuhan berkelanjutan
Baca juga: KLHK: Indonesia perlu rehabilitasi 701 ribu hektare kawasan mangrove

Sebelumnya, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan G20, kerja sama multilateral yang mencakup 19 negara utama dan Uni Eropa, perlu meningkatkan kerja sama untuk menciptakan udara bersih dan mengatasi masalah perubahan iklim.

Satryo yang juga Ketua Science20 (S20), salah satu kelompok keterlibatan di G20, berharap forum G20 dapat meningkatkan peran dan kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengatasi perubahan iklim dan menciptakan udara bersih atau bebas emisi/polusi.

Baca juga: Delegasi RI: Artikel 6 diadopsi, Paris Agreement dapat dilakukan

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022