Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menilai risiko dari hepatitis akut misterius pada anak secara global masih harus terus diawasi karena bersifat moderat.

“Sampai saat ini WHO menyatakan bahwa kondisi kewaspadaan daripada hepatitis akut misterius ini sifatnya moderat. Sampai saat ini penyebabnya belum diketahui,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Kemenkes Siti Nadia Tarmizi dalam Webinar Mengenal Lebih Jauh Hepatitis Akut Misterius Pada Anak di Jakarta, Jumat.

Nadia menuturkan sampai dengan hari ini, penyebab utama hepatitis akut misterius masih belum ditemukan. Seluruh dunia terus melakukan berbagai kajian karena proporsi pasien yang meningkat sekaligus guna mencegah terjadinya gejala berat.

Selain memperhatikan gejala klinis dan perkembangan penanganan kasus, WHO menilai informasi yang dimiliki oleh global maupun yang disampaikan pada masyarakat masih terbatas. Keterbatasan informasi terjadi dari sisi data epidemiologi, laboratorium, histopatologi bahkan data klinis.

Baca juga: Demam dan mual gejala hepatitis misterius yang paling banyak ditemukan

Baca juga: Dugaan hepatitis akut misterius di Indonesia berjumlah 70 kasus


Keterbatasan data disebabkan karena tidak semua negara yang sudah melaporkan kasus, memiliki kemampuan surveilans atau pelacakan yang kuat untuk memastikan positif atau tidaknya pasien terkena hepatitis tipe A dan E, sebelum melakukan pemeriksaan hepatitis akut misterius lebih lanjut.

“Tidak semua negara bisa, kalau kita lihat sudah ada di 33 negara, mungkin jumlah kasusnya akan lebih besar dari jumlah tersebut kemudian sumber maupun model bagaimana transmisi itu terjadi itu belum dapat ditentukan,” ujar wanita yang juga menjabat sebagai juru bicara vaksinasi COVID-19 Kemenkes itu.

Nadia menambahkan bahwa memang terdapat dugaan bahwa hepatitis akut misterius pada anak terjadi akibat adanya Adenovirus. Namun, sejauh ini, diduga penularan kemungkinan terjadi melalui udara ataupun makanan.

Sedangkan penularan dari manusia ke manusia belum bisa dipastikan. Sehingga WHO bersama para peneliti dunia masih mencari faktor-faktor lain penyebab awal mula penularan terjadi.

“Oleh karena itu pencegahan pada anak-anak khususnya, kita tetap dorong menggunakan masker dan mencuci tangan,” kata dia.

Kemudian infeksi dari manusia ke manusia tidak bisa kemudian dikatakan secara langsung bahwa ini memang murni manusia ke manusia tapi masih cari faktor faktor lainnya

“Menjadi perhatian untuk kita mengapa WHO sampai sekarang masih mengkategorikan sebagai penyakit yang diperhatikan atau tetap menjadi kewaspadaan,” kata dia.

Berdasarkan data Kemenkes per 23 Juni 2022 sampai dengan pukul 16.00 WIB, Indonesia sendiri sudah melaporkan sebanyak 70 dugaan kasus hepatitis akut misterius dari 21 provinsi yang tersebar di Indonesia.

Sebanyak 16 kasus dinyatakan probable, 14 pending dan 40 discarded. Di mana profil dari 16 kasus probable didominasi oleh anak laki-laki dan paling banyak ditemukan pada usia rentang 0-5 tahun.

Sedangkan status pasien adalah tujuh dinyatakan sembuh dan dipulangkan, satu masih dirawat dan dua melakukan rawat jalan. Sementara enam lainnya dinyatakan meninggal karena merupakan kasus awal yang telat terdeteksi atau telat mendapatkan penanganan.

Nadia menambahkan hingga hari ini, belum ditemukan pasien hepatitis akut misterius yang butuh melakukan transplantasi hati. Dengan demikian, dirinya mengajak semua pihak untuk terus waspada dan lebih ketat menjaga anak-anaknya, terutama anak di bawah usia lima tahun.

“Kasus di atas usia 11 tahun lebih rendah. Jadi memang yang harus kita jaga adalah anak-anak pada sekolah PAUD. Justru yang SD itu kasusnya cukup besar, tetapi tidak sebesar pada usia di bawah lima tahun, kalau di atas 11 tahun lebih kecil relatif kemungkinannya,” kata Nadia.*

Baca juga: Dokter: Perburukan gejala hepatitis akut berat terjadi lebih cepat

Baca juga: Kemenkes: Dugaan Hepatitis akut di Indonesia berjumlah 24 pasien


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022