Jakarta (ANTARA) - Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) Afrika menyatakan
Dua belas negara di Afrika sejauh ini telah melaporkan 1.782 kasus cacar monyet.

Dari 1.782 kasus cacar monyet yang dilaporkan di Afrika, sekitar 1.678 di antaranya merupakan kasus dugaan, sedangkan 104 lainnya merupakan kasus terkonfirmasi, ungkap Ahmed Ogwell, Pelaksana Tugas Direktur CDC Afrika, dalam konferensi pers mingguan pada Kamis (30/6).

Dia mengatakan bahwa kasus-kasus itu dilaporkan baik di negara endemik maupun non-endemik cacar monyet, seraya menyoroti bahwa Benin, Maroko, dan Afrika Selatan merupakan negara anggota Uni Afrika (UA) non-endemik yang melaporkan kasus terkonfirmasi penyakit tersebut.

"Sayangnya, 73 kematian telah dilaporkan di benua ini sebagai akibat dari wabah cacar monyet, sehingga tingkat kematian kasus penyakit ini menjadi 4,1 persen," kata Ogwell.

Dia menambahkan bahwa CDC Afrika menawarkan pelatihan kepada 20 ahli kesehatan dari berbagai bagian benua tersebut di Nigeria guna membantu mereka membangun kapasitas dalam membuat diagnosis laboratorium untuk cacar monyet di negara masing-masing.

"Pelatihan ini sangat penting karena dapat meningkatkan kapasitas negara-negara anggota kami untuk mengonfirmasi kasus dugaan," ujar Ogwell, mengindikasikan bahwa konfirmasi laboratorium klinis untuk penyakit tersebut berjalan lambat di seluruh benua itu.

Dia mengatakan bahwa Institut Genomik Patogen CDC Afrika juga tengah mengerjakan pengurutan sampel cacar monyet sehingga ke depannya mereka dapat mengidentifikasi dan mendokumentasikan varian apa pun yang mungkin terjadi di setiap anggota UA.

"Kami akan terus mengurutkan sampel cacar monyet seperti yang telah kami lakukan untuk COVID-19 demi memastikan kami memahami dan mengetahui jenis patogen yang sedang kami tangani di benua ini," imbuh Ogwell.

Ethiopia, Guinea, Liberia, Mozambik, Sierra Leone, Sudan, dan Uganda, semuanya negara tanpa insiden sebelumnya, juga telah melaporkan kasus dugaan, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam sebuah laporan baru-baru ini. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022