Setiap penambahan modal sebesar Rp1 triliun, maka akan menghasilkan kemampuan mendorong penyaluran kredit sekitar Rp12 triliun
Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo menilai penambahan modal dari pemerintah kepada perseroan akan mempercepat penyaluran pembiayaan khususnya ke segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Penambahan modal BTN melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue direncanakan digelar pada tahun ini. Pemerintah pun akan ikut serta dalam rights issue tersebut melalui penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp2,98 triliun.

"Pemerintah sangat men-support BTN. Saat ini, lebih banyak lagi masyarakat yang membutuhkan rumah yang harus didukung, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Tambahan PMN akan menambah kecepatan kami menyalurkan pembiayaan. Kalau tanpa PMN tetap bisa ekspansi tetapi akan lebih lambat," ujar Haru dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Haru menyampaikan tambahan modal akan meningkatkan kemampuan bank menyalurkan kredit, sehingga dapat menekan angka backlog perumahan terutama di segmen MBR. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta.

Menurut hitungan BTN, setiap penambahan modal sebesar Rp1 triliun, maka akan menghasilkan kemampuan mendorong penyaluran kredit sekitar Rp12 triliun. Dengan rencana PMN Rp2,98 triliun yang mewakili 60 persen saham pemerintah di BTN, maka total nilai penerbitan saham baru BTN bisa mencapai Rp4,96 triliun di mana sebanyak Rp1,98 triliun sisanya atau setara 40 persen akan diperoleh dari investor publik.

Dengan demikian, tambahan PMN yang diberikan pemerintah itu bisa meningkatkan kapasitas kredit hingga Rp58,8 triliun.

"Modal atau equity merupakan harta pemegang saham yang menjadi penyangga apabila terjadi risiko kerugian kredit macet. Oleh karena itu, BTN tetap membutuhkan likuiditas dari dana masyarakat maupun pasar modal untuk melakukan ekspansi kredit," kata Haru.

Sementara itu, ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menilai penambahan modal oleh pemerintah kepada BTN akan dirasakan langsung oleh segmen MBR.

"Yang paling penting dari PMN ini adalah meningkatkan kemampuan BTN dalam membiayai rumah bersubsidi ke segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Segmen inilah yang langsung menikmati tambahan modal BTN," ujar Piter.

Di sisi lain, lanjut Piter, pembiayaan ke sektor properti oleh BTN juga memiliki dampak berganda yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.

"Besarnya multiplier effect dari KPR BTN, menunjukkan pemerintah harus mendukung BTN dari sisi permodalan. Setiap modal yang dikeluarkan oleh pemerintah akan kembali lagi menjadi pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Piter.

Multiplier effect atau efek domino dari sektor properti terbagi dalam tiga hal, yakni dari sisi output, income, hingga dampak terhadap pembangunan. Dampak multiplier effect tersebut berbeda dari setiap bank yang menyalurkan kredit ke sektor properti. Semakin tinggi multiplier effect, maka semakin tinggi efektivitas penyaluran kredit yang dilakukan.

Seperti kajian yang dilakukan BTN, dari setiap Rp1 yang dikeluarkan untuk sektor perumahan akan menciptakan output pada ekonomi sebesar Rp2,15. Oleh karena itu, misalkan dilakukan penempatan dana sebesar Rp20 triliun yang disalurkan untuk sektor perumahan akan berdampak pada peningkatan output ekonomi nasional sebesar Rp43 triliun.

Berikutnya dari sisi income multiplier, setiap Rp1 yang dikeluarkan untuk sektor perumahan akan menciptakan tambahan penghasilan pada pekerja sektor perumahan sebesar Rp0,76. Oleh karena itu, jika dilakukan penempatan dana sebesar Rp 20 triliun yang disalurkan untuk sektor perumahan akan berdampak pada peningkatan penghasilan pekerja pada sektor perumahan sebesar Rp15,2 triliun.

Sementara itu, dari sisi dampak terdapat pembangunan, KPR yang disalurkan melalui Bank BTN lebih besar dibandingkan KPR melalui bank lainnya secara nasional. KPR Bank BTN juga terbukti lebih efektif dalam menumbuhkan beberapa komponen pembentuk ekonomi nasional seperti konsumsi rumah tangga, investasi, konsumsi pemerintah dan net ekspor, serta penyerapan tenaga kerja.

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022