Jakarta (ANTARA) -
Kandidat doktor Universitas Pertahanan, Teguh Haryono, menyebutkan, ada tujuh pemangku kepentingan yang memiliki peran jika Indonesia ingin mengembangkan teknologi pertahanan di Tanah Air.

Ia menyampaikan temuan riset itu dalam disertasinya yang dipaparkan dalam Sidang Promosi Terbuka di Kampus Universitas Pertahanan, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu.

Di antara hadirin juga ada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang beberapa waktu lalu meraih gelar doktor dari Universitas Pertahanan, yang juga adalah teman seangkatan dia di Universitas Pertahanan.

Ia menjelaskan, disertasinya berjudul "Model Penilaian Peran Stakeholder dalam Kolaborasi Pengembangan Teknologi Pertahanan di Indonesia".

Baca juga: Kemenhan jalin sinergi dengan akademisi tingkatkan ketahanan nasional

Menurut dia, dari proses analisis CFA yang telah dilakukan, didapatkan peran kritis yang telah sesuai model penilaian peran pemangku kepentingan dalam kolaborasi pengembangan teknologi pertahanan. "Di antara peran-peran tersebut terdapat beberapa peran yang memiliki kontribusi sangat kuat dari masing-masing stakeholder itu ada tujuh," kata dia, dalam keterangan tertulisnya.

Pertama, perguruan tinggi/lembaga penelitian pengembangan sebagai jembatan penghubung antara pengguna dan industri.

Kedua, pemerintah, yang akan menentukan visi, strategi, peta jalan, dan membangun ekosistem dan klasterisasi Litbang dan Industri Pertahanan, menjalankan dan mengawasinya.

Baca juga: Rektor Unhan: Kesaktian Pancasila sudah terbukti di Indonesia

Ketiga, industri pertahanan, yang membangun ekosistem dan kerja sama, baik dalam kegiatan litbang maupun produksi bersama dengan pemangku kepentingan lain.

Keempat adalah engguna, yang melakukan evaluasi dan memberikan umpan balik terhadap produk yang dipakai.

Kelima, organisasi profesi, yang menyusun dan memelihara database SDM yang profesional dalam teknologi dan industri pertahanan.

Keenam adalah bank/lembaga keuangan, yang memberikan garansi kepada industri pertahanan yang melakukan pinjaman modal kerja.

Baca juga: Hasto: Bangsa Indonesia harus berani menatap masa depan

Dan ketujuh, adalah DPR/Legislatif, yang menyiapkan, merevisi dan atau mengesahkan Undang-Undang terkait teknologi dan industri pertahanan yang berpihak pada kemampuan dalam negeri.
 
Menurut dia, penelitiannya itu menambah dua peran baru dari teori sebelumnya atau teori Penta Helix. Dua peran itu adalah perbankan/lembaga keuangan, dan DPR/legislatif, sehingga dia membuat istilah baru yakni 7 Helix atau Haryono Sapta Helix Model.

Baca juga: Universitas Pertahanan gelar wisuda untuk 428 mahasiswa S2 dan S3

Secara praktis, dia juga merumuskan beberapa rekomendasi yang dapat diimplementasikan untuk membentuk kolaborasi pemangku kepentingan pengembangan teknologi pertahanan di Indonesia yang lebih efektif dan efisien.

Di antaranya adalah agar Kementerian Pertahanan menggunakan hasil penelitiannya untuk digunakan sebagai acuan dalam penyusunan skema kolaborasi yang melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai latar belakang keahlian. "Perlu disesuaikan dengan daftar kebutuhan kompetensi dalam melaksanakan kolaborasi pengembangan teknologi pertahanan," kata dia.

Ia juga merekomendasikan sejumlah poin kepada Komite Kebijakan Industri Pertahanan, bagi industri pertahanan Indonesia, bank/lembaga keuangan, hingga DPR.

Promotor disertasi itu adalah Laksamana Muda TNI (Purn) Dr Ir Siswo Hadi Sumantri; dengan kopromotor 1 adalah Laksda TNI Dr. Ir. Suhirwan; serta Co-Promotor 2 Dr. Ir. Jupriyanto.

Sementara di jajaran penguji, yang bertindak sebagai penguji internal 1 adalah Mayor Jenderal TNI Dr Joni Widjayanto; yang kedua Brigadir Jenderal TNI Dr Resmanto Widodo P, yang ketiga adalah Kolonel Laut (T) Dr Ir Aris Sarjito.

Sementara penguji eksternal adalah Prof Dr S Pantja Djati, Prof Dr Ir Kadarsah Suryadi, dan Prof Ir Sjarief W.
 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022