Gaza (ANTARA) - Hiba Mohammed, seorang wanita paruh baya Palestina di Gaza, akhirnya dapat berdiri tegak melawan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang telah dialaminya selama bertahun-tahun.

Sebulan lalu, wanita berusia 49 tahun tersebut mendaftarkan diri di sebuah aplikasi seluler bernama Our Space, yang direkomendasikan oleh temannya untuk mencari bantuan dan mengakhiri penderitaannya.

"Saya sudah menderita sejak masih berusia 14 tahun, ketika keluarga memaksa saya menikahi seorang pria yang berusia sekitar 15 tahun lebih tua daripada saya," kata ibu empat anak tersebut kepada Xinhua, Rabu (6/7).

Selama 20 tahun, kenang wanita itu, dia mengalami berbagai jenis KDRT, baik dari suami maupun keluarga pihak suami yang memperlakukan dirinya sebagai seorang pembantu alih-alih istri atau menantu.
 
   Pada 2015, suaminya meninggal akibat kanker. Namun, penderitaannya tidak berakhir di sana, karena beberapa saudara laki-lakinya memaksa Hiba meninggalkan anak-anaknya untuk menikahi seorang pria tua lain di rumah keluarganya.   Kisah serupa juga disampaikan oleh Halima Ahmed dari Beit Hanoun di Gaza utara, di mana dirinya mengalami pemukulan yang dilakukan oleh saudara-saudara laki-lakinya dan suaminya selama lebih dari 10 tahun.


"Sejak kembali ke rumah keluarga saya, saya dilarang bertemu dengan putra-putra saya dan sering dipukuli saudara-saudara laki-laki saya ... saya juga menjadi pembantu baru bagi para ipar perempuan saya yang tidak menghormati saya," keluh Hiba.

Berusaha melarikan diri dari kehidupannya yang tragis, Hiba mencoba bunuh diri lebih dari sekali, dengan menenggak banyak pil obat. Namun, semua itu gagal dan hanya berujung pada lebih banyak pelecehan.
 
   Kisah serupa juga disampaikan oleh Halima Ahmed dari Beit Hanoun di Gaza utara, di mana dirinya mengalami pemukulan yang dilakukan oleh saudara-saudara laki-lakinya dan suaminya selama lebih dari 10 tahun.   Bermitra dengan 14 lembaga swadaya masyarakat (LSM) perempuan, aplikasi tersebut menyediakan dukungan psikologis, ekonomi, sosial, dan hukum serta tempat perlindungan bagi wanita yang mengalami KDRT.


"Sayangnya, budaya sosial mendorong kaum wanita untuk menerima penghinaan dan mematuhi suami mereka, bahkan jika keputusan si suami salah," tutur wanita 40 tahun yang memiliki tujuh anak itu kepada Xinhua.

"Setelah penderitaan selama bertahun-tahun, suami saya meninggalkan saya dan putra-putra saya. Kami ditelantarkan tanpa pencari nafkah dan menghadapi kemiskinan," tutur Halima.

Berkat bantuan aplikasi Our Space, baik Hiba maupun Halima kini menerima dukungan psikologis yang diberikan oleh sebuah lembaga feminis, yang membantu mereka dalam menghadapi KDRT.

"Aplikasi ini membantu kaum wanita korban kekerasan mengakses institusi mereka sendiri dengan lebih sedikit waktu, usaha, dan biaya serta kerahasiaan yang lebih terjaga," kata Salma Swirki, psikolog di Pusat Urusan Wanita di Gaza, mitra aplikasi Our Space, kepada Xinhua.

"Begitu seorang wanita menghubungi kami, kami berkomunikasi dengannya lewat nomor gratis yang tersedia di aplikasi itu, atau via e-mail, untuk memberikan bimbingan kepadanya ... Setelah itu, kami mengatur pertemuan dengan wanita tersebut dan menyiapkan program konseling untuknya secara tatap muka," papar Salma.
 
   Bermitra dengan 14 lembaga swadaya masyarakat (LSM) perempuan, aplikasi tersebut menyediakan dukungan psikologis, ekonomi, sosial, dan hukum serta tempat perlindungan bagi wanita yang mengalami KDRT


Sekitar 58,2 persen wanita di wilayah Palestina mengalami KDRT, baik secara fisik maupun psikologis, pada 2021, menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik Palestina pada Maret. Selesai


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022