Jakarta (ANTARA) - Tubuh manusia yang biasa menjalankan aktivitas di darat harus menyesuaikan diri ketika berada di tempat yang asing seperti saat naik pesawat di angkasa.

Konsultan Kedokteran Perjalanan dan Spesialis Kedokteran Penerbangan dr. M.D. Daniel Hadinoto, Sp.KP, DTM, CTH, mengatakan, penerbangan jarak jauh dengan durasi di atas enam jam memang membuat tubuh merasakan kondisi yang berbeda, berujung pada rasa tak nyaman.

Baca juga: Naik pesawat sekarang lebih aman dari COVID-19

"Seperti trauma di telinga yang mempengaruhi ketidaknyamanan, sebab tekanan udara di pesawat walau sudah dibuat serupa dengan atmosfer di bawah, pasti tekanan di atas akan lebih tinggi," kata Daniel dalam live streaming RS Medistra, dikutip Kamis.

Tekanan udara yang berbeda di kabin bisa membuat rongga-rongga dalam tubuh menjadi tertekan, menimbulkan rasa tak nyaman seperti sakit telinga hingga mual. Ketika sudah mengudara, tekanan di dalam kabin relatif stabil. Namun, rasa tak nyaman bisa terjadi saat pesawat sedang lepas landas.

Melakukan gerakan menelan atau mengunyah bisa membantu mengatasi rasa tak nyaman pada telinga. Memakan permen adalah salah satu kiat yang bisa diterapkan, termasuk untuk anak-anak agar tetap nyaman saat lepas landas dan mendarat.

Baca juga: Terbang naik pesawat berhias Pokemon di Jepang

"Buatlah agar terjadi refleks mengunyah dan menelan," kata dia, mengenai kiat agar telinga anak tetap nyaman kala pesawat lepas landas atau mendarat.

Penutup telinga tak terlalu berpengaruh dalam menghilangkan perbedaan tekanan di luar dan dalam pesawat, tetapi setidaknya benda ini bisa membantu meredam kebisingan di pesawat.

Untuk perjalanan yang lebih nyaman, setiap calon penumpang sebaiknya berada dalam kondisi tubuh yang sehat. Penderita flu disarankan untuk menunda dulu perjalanan udara demi menghindari ketidaknyamanan, juga risiko menularkan penyakit kepada penumpang lain karena sirkulasi udara yang tertutup di dalam pesawat.

Pasien yang baru menjalani operasi membran telinga juga disarankan untuk menunggu setidaknya sebulan sebelum menaiki pesawat, begitu juga pasien pascastroke yang baru diizinkan terbang setelah 14-28 hari atau dinyatakan oleh dokter sudah aman untuk naik pesawat.

Perempuan yang sedang hamil juga tidak boleh naik pesawat bila kehamilannya sudah mendekati minggu ke-34. Ia menyarankan untuk bepergian sebelum pekan ke-34 bila ada urusan yang mengharuskan naik pesawat, misalnya bila ingin pulang kampung atau melahirkan di tempat tertentu.

"Trimester kedua paling aman untuk bepergian naik pesawat," katanya.


Baca juga: Survei: Masyarakat masih anggap cukup bahaya naik pesawat saat pandemi

Baca juga: Trafik penumpang di bandara AP I naik 11 persen pada Desember

Baca juga: Yang harus disiapkan sebelum naik pesawat di masa pandemi

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022