pencegahan kekerasan seksual wajib dilakukan sehingga setiap orang merasa aman dalam mendapatkan pendidikan
Jakarta (ANTARA) - Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komisi Nasional Perempuan Veryanto Sitohang mengatakan institusi pendidikan harus mempunyai pedoman pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi di dalam institusinya.

"Kami berharap setiap institusi pendidikan termasuk pesantren memiliki aturan atau SOP (standard operating procedure) dalam pencegahan dan penanggulangan kasus kekerasan seksual," kata Veryanto saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Veryanto mengemukakan hal itu saat diminta tanggapannya terkait mencuatnya sejumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di institusi pendidikan, termasuk pesantren.

Baca juga: MSAT menghuni ruangan isolasi Rutan Medaeng Sidoarjo Jatim

Baca juga: Kemenag cabut izin Pesantren Shiddiqiyyah Jombang

Lebih lanjut Veryanto mengatakan pencegahan kekerasan seksual wajib dilakukan sehingga setiap orang merasa aman dalam mendapatkan pendidikan.

Dia juga menyerukan agar pemerintah melalui kementerian terkait mengawasi institusi pendidikan agar sistem pencegahan kekerasan seksual bisa diterapkan dan berjalan optimal.

Penanganan kasus kekerasan seksual di dalam instansi pendidikan juga harus mengutamakan korban, demi meminimalisir trauma korban dan memastikan korban tetap mendapatkan haknya untuk mengenyam pendidikan.

"Kementerian terkait perlu melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pengelola institusi pendidikan sehingga bersama-bersama dapat mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual yang berpihak terhadap korban khususnya masa depan korban untuk mendapatkan pendidikan," ujarnya.

Kasus kekerasan seksual dalam pesantren kembali menjadi perhatian publik dengan mencuatnya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang pria berinisial MSAT (42) terhadap lima santri putri di kawasan Pesantren Shiddiqiyah Ploso di Desa Purisemanding, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

MSAT bertugas sebagai pengurus sekaligus guru di pesantren yang dipimpin ayahnya itu.

MSA sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak tahun 2020, namun yang bersangkutan terus mangkir dari panggilan pemeriksaan di Polda Jatim.

Kasus kekerasan seksual di pesantren juga terjadi di Depok, Jawa Barat.

Kasus tersebut bahkan mendapat perhatian dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga.

"Kami berharap aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan dapat segera memproses kasus ini, menetapkan tersangka, serta menjatuhkan hukuman maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan apabila telah terbukti memenuhi unsur pidana persetubuhan dan pencabulan terhadap anak," ujar Menteri PPPA dalam keterangannya.

Kasus kekerasan seksual di pesantren juga terjadi di Bandung, Jawa Barat, terhadap 13 santriwati.

Terdakwa kasus pemerkosaan tersebut, Herry Wirawan, akhirnya hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Bandung.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2022