Kuala Lumpur (ANTARA) - "Dari Sharif. Bu Guru Nurul, Bu Guru Nabila, Bu Guru Tika, Bu Guru Nadia, Pak Guru Zul, Pak Guru Ikhwan. Guru tersayang".

Kalimat di papan tulis itu dilengkapi dengan tiga bentuk hati yang mengekspresikan rasa cinta si penulis pesan kepada guru-gurunya.

Kamis (7/7) itu menjadi hari spesial bagi para siswa di sebuah sanggar bimbingan (SB), pusat pendidikan dasar non-formal bagi anak-anak pekerja migran Indonesia (PMI) di Semenanjung Malaysia.

Sejak pukul 08.00 pagi (07.00 WIB), lebih kurang 40 siswa bersama orang tuanya secara bergantian hadir di sebuah flat sederhana di daerah Kepong, Kuala Lumpur.

Para guru di SB Muhammadiyah Kepong itu --sebagian besar mahasiswa Indonesia di salah satu universitas di Kuala Lumpur-- membagikan Laporan Hasil Penilaian Ujian Akhir Semester II Tahun Ajaran 2021/2022 kepada para orang tua siswa.

Dari pagi-pagi sekali sebagian besar orang tua sudah hadir untuk mengambil rapor anaknya, karena setelah itu mereka harus bergegas menuju tempat mencari rezeki masing-masing, kata Kepala SB Kepong Ikhwan Fauzi.

Tapi sebagian besar siswa tetap berada di sana hingga siang hari. Mereka berkumpul dan bersenda gurau dengan teman dan guru mereka, sambil menikmati makanan yang tersaji di ruang utama SB seluas lebih kurang 3x4 meter tersebut.

ANTARA coba mengintip rapor milik empat siswa kelas 2 dan 3 yang berbentuk seperti lembaran sertifikat itu. Dari enam mata pelajaran yang diuji, yakni Pendidikan Agama Islam, Bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), tidak ditemukan angka 70.
Tiga siswi menunjukkan rapor dari Sanggar Bimbingan di Kepong, Kuala Lumpur, Kamis (7/7/2022). (ANTARA/Virna P Setyorini)


Angka yang tertera dalam laporan hasil ujian mereka semua di atas 80, bahkan ada yang memperoleh nilai sempurna 100 untuk mata pelajaran IPA.

Bangkit, 10 tahun, mengaku mendapat hasil kurang baik. Namun, Pak Guru Zul yang duduk dekat kami saat berbincang segera membesarkan hatinya.

Dia mengatakan rapor Bangkit tidak jelek dan kelak anak kelas 3 SB Muhammadiyah Kepong itu juga akan mendapat nilai lebih bagus lagi.

Suka cita siang itu ditutup dengan foto bersama setelah makan bakso yang dimasak oleh Bu Guru Renggo Darwis.

Saat pulang, masing-masing dari mereka juga dibekali makan siang yang salah satunya berupa paket ayam goreng dari salah satu restoran cepat saji.

Sejenak mereka akan menikmati waktu libur dan akan belajar lagi mulai 1 Agustus mendatang.

Di Kampung Baru

Suka cita pembagian rapor juga terlihat di SB Muhammadiyah Kampung Baru pada Jumat (8/7) malam.

Selepas shalat isya, para siswa dan orang tua mereka mulai berdatangan memenuhi ruang berukuran sekitar 4x8 meter di sebuah wisma di daerah Kampung Baru.

Anak-anak usia belia terdengar ramai berceloteh. Ada yang berlarian dan ada pula yang menangis karena topinya terbang tertiup angin saat berkendara menuju Kampung Baru. Semakin malam suasananya semakin ceria.

Orang tua mereka umumnya bekerja dari pagi hingga sore hari, kata Kepala SB Kampung Bahru Supardi Yoga Kaman.

Karena itu mereka memilih agar pembagian rapor dapat dilakukan malam hari. Para guru akhirnya mulai membagikan rapor pada orang tua sekitar pukul 21.20 waktu setempat (20.20 WIB).

Bentuk rapor tidak jauh berbeda dengan yang diterima siswa-siswa di SB Kepong, berbentuk seperti lembar ijazah atau sertifikat.

Setelah pembagian rapor, Supardi menanyakan pada orang tua pukul berapa bimbingan dapat dimulai saat semester baru berjalan nanti. Dan semua serempak menjawab "Soreeeeee".

Mereka menyepakati bimbingan dimulai pada pukul 17.00-19.00, dilanjutkan dengan shalat magrib berjamaah dan mengaji, lalu ditutup dengan shalat isya berjamaah.
Suasana pemberian rapor di Sanggar Bimbingan Muhammadiyah Kampung Baru di Kuala Lumpur, Kamis (8/7/2022). (ANTARA/Virna P Setyorini)


Kabar baik lain yang disampaikan Supardi Jumat malam itu adalah bertambahnya hari belajar dalam sepekan. Bimbingan yang biasanya berlangsung dari Senin hingga Kamis, pada Agustus dapat ditambah dengan Jumat.

Hal itu dimungkinkan karena ada sejumlah mahasiswa dari Indonesia yang menjalankan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Malaysia dan siap untuk mengajar anak-anak di sana.

"Jangan grogi dengan anak-anak KKN, dibantu saja. Mereka, insyaallah siap masak sendiri dan semua sendiri. Tapi tinggalkan kesan baik supaya mereka betah dan berkesan selama di sini," kata Supardi berpesan, yang dibalas dengan anggukan oleh beberapa orang tua siswa.

ANTARA juga mendapat kesempatan untuk berbagi dan sekedar memberikan semangat pada para orang tua siswa, agar tidak ragu memberikan pendidikan bagi anak-anak mereka. Ilmu pengetahuan yang anak-anak peroleh dari pendidikan dapat menjadi kunci untuk membuka berbagai kesempatan dan peluang lebih besar untuk menggapai impian masing-masing.

Sebelum kegiatan berakhir, Koordinator Penghubung Sanggar Bimbingan di Semenanjung Shohenudin memberikan penjelasan terkait pentingnya anak-anak yang mengikuti bimbingan memiliki Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) agar tercatat di Sekolah Indonesia di Kuala Lumpur.

Dengan memiliki NISN, siswa sanggar bimbingan bisa mendapatkan ijazah dan bisa pindah sekolah di Indonesia. Syaratnya, para orang tua terlebih dahulu membuatkan dokumen untuk anak-anak mereka.

"Syaratnya, buatkan dulu dokumennya. Maka saya ke sini malam ini mengajak ibu semua untuk membuat dokumen," ujar dia.

Ketiadaan dokumen menjadi penyebab utama anak-anak tidak bisa sekolah. Selesaikan masalah dokumen sehingga NISN bisa didapat, lanjutnya.

Ikhtiar Mencerdaskan Anak Bangsa

Pada 19 Maret lalu, Koordinator SB Pendidikan Non Formal Kedutaan Besar RI (KBRI) Kuala Lumpur Dadi Rosadi dan Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia Assoc Prof Dr Sonny Zulhuda meresmikan SB Kepong.

Saat itu, Kepala SB Kepong mengatakan sekitar 27 siswa belajar di sana. Namun berselang tiga bulan, jumlah siswa sudah bertambah menjadi sekitar 40 anak.

"Kemungkinan (akan) bertambah karena kabar (keberadaan SB) semakin menyebar," kata Ikhwan.

Kebanyakan dari orang tua siswa bekerja sejak pagi, meninggalkan anak-anak mereka tanpa kegiatan.

Mereka senang dengan adanya sanggar tersebut, karena akhirnya anak-anak yang tidak bisa belajar di sekolah formal atau sekolah kebangsaan di Malaysia karena tidak memiliki dokumen, kini bisa menuntut ilmu meski tidak secara formal.

Sementara di SB Kampung Baru, Wakil Kepala Kurikulum SB dan Taman Pendidikan Al Quran Kampung Baru Mintarsih Warijan mengatakan ada sekitar 35 siswa yang mengikuti bimbingan untuk kelas 1 hingga 5. Angka tersebut belum termasuk dengan mereka yang ada di level Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur Mokhamad Farid Ma'ruf (kedua kiri) menerima piagam dari Sekretaris Umum Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia Sulton Kamal (kedua kanan) yang didampingi Penasihat PCIM Malaysia Prof Irwandi Jaswir (kiri) dan Wakil Ketua PCIM Malaysia Muhammad Ali Imron di Rumah Dakwah PCIM Malaysia, Gombak, Kuala Lumpur, Sabtu (25/6/2022). (ANTARA/Virna P Setyorini)


​​​​​​Saat ini sudah ada 17 SB di Semenanjung Malaysia dengan jumlah siswa yang semakin bertambah mencapai lebih dari 500 orang. Dalam kegiatan silaturahmi dan pengajian umum bertema "Strategi Mencerdaskan Anak Bangsa di Luar Negeri" pada Sabtu (25/6) malam, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur Mokhamad Farid Ma'ruf mengatakan dengan jumlah siswa yang semakin banyak mereka meminta pemerintah pusat untuk dapat mengirimkan guru ke Semenanjung, seperti yang selama ini sudah dilakukan di Sabah dan Serawak.

Sudah ada sekitar 90 anak yang mengikuti ujian di SB dan harus melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama (SMP), sehingga memerlukan guru yang tepat.

Solusinya, ujar Farid, anak-anak tersebut bisa belajar di SB secara daring, dan setiap minggu akan ada guru dari Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL) yang berkeliling ke sanggar sambil menunggu guru dari Jakarta datang.

Ia memperkirakan guru-guru tersebut baru tiba di Semenanjung Malaysia akhir tahun ini, namun hal itu bergantung pula pada proses pembuatan visanya.

"Itu solusi terbaik. Semoga saat guru datang dari Jakarta akan lebih baik lagi," kata Farid malam itu.

Penandatanganan nota kesepahaman antara Indonesia dan Malaysia di bidang pendidikan pada November 2021 yang disaksikan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yakoob di Bogor, salah satunya berkaitan dengan pemberian izin pendirian Community Learning Center (CLC) di Semenanjung, yang menjadi ikhtiar lain untuk mencerdaskan anak bangsa di mana pun mereka berada.

Baca juga: Muhammadiyah Malaysia dirikan sanggar bimbingan untuk anak PMI
Baca juga: AOMI sumbang RM46.000 untuk sanggar bimbingan di Semenanjung Malaysia
Baca juga: Sanggar bimbingan belajar Muhammadiyah di Malaysia beroperasi kembali

Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022