kadang-kadang mereka meminta kepada orang tuanya jual saja sawah dan menjadi ojek online (daring)
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan pemerintah perlu melakukan pemetaan demografi dengan memahami karakteristik setiap pemuda guna mewujudkan ketahanan demografi penduduk berkualitas.

“Kita harus mempunyai pemetaannya daripada pemuda itu untuk siap mengisi peluang bonus demografi. Tentunya pemuda menjadi tumpuan kita sebagai motor penggerak. Mereka yang mempunyai inovasi-inovasi,” kata Widyaiswara Utama BKKBN Wendy Hartanto saat ditemui ANTARA dalam Peringatan Hari Kependudukan Dunia 2022 di Jakarta, Senin.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009, orang yang dikategorikan pemuda adalah penduduk berusia 16-30 tahun. Mereka adalah penduduk yang memiliki potensi, tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi diri, dan cita-cita pemuda.

Dia menyebutkan jumlah penduduk yang berusia 16-30 tahun di Indonesia sekitar 65 juta orang atau sebesar 24 persen, sedangkan 25 persen lainnya masuk generasi milenial, yang artinya negara sedang dihadapkan banyaknya penduduk yang masuk dalam kategori usia produktif.

Meskipun besar secara nominal, nyatanya penduduk dengan usia produktif memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sebagai contoh, banyak pemuda desa pergi ke kota untuk mengasah bakatnya namun kebanyakan tak kembali lagi ke desa.

Baca juga: BKKBN: PBB prediksi penduduk dunia 8 miliar jiwa pada November 2022

Menurut dia, seharusnya pemerintah dapat memahami karakteristik akan rasa ingin tahu yang besar tersebut dan membuat strategi seperti pengembangan usaha atau penggunaan teknologi yang dapat diajarkan di desa, sehingga pemuda tidak selalu pergi dan memiliki pemikiran untuk mewujudkan kehidupan desa yang tak kalah dengan kota.

Dengan demikian, selain kualitas pemuda di tingkat desa lebih tinggi, persebaran penduduk pun juga semakin terarah karena berkurang jumlah orang yang pindah ke suatu daerah.

“Bisa dikembangkan di daerah termasuk perikanan, perkebunan dan sebagainya. Supaya anak muda itu tidak selalu pergi, kadang-kadang mereka meminta kepada orang tuanya jual saja sawah dan menjadi ojek online (daring), itu yang perlu kita siapkan dan harus kita petakan karena karakteristik mereka,” ucap Wendy.

Di dalam populasi, pemerintah juga harus cermat dan benar-benar memahami kebutuhan setiap kelompok sesuai dengan kondisinya masing-masing.

Pada kelompok disabilitas misalnya, keterbatasan yang dimiliki harus ditutupi dengan bakat-bakat alami lainnya, sehingga dapat diberdayakan dan dapat menunjang kehidupannya ke arah yang lebih baik.

Baca juga: BKKBN: 40 persen penduduk RI berpotensi tidak produktif

Masalah kesehatan seperti kekerdilan pada anak juga harus diperhatikan, tentunya dapat dimulai dengan memaksimalkan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Dengan memaksimalkan masa itu, pemerintah dapat berinvestasi membentuk generasi masa depan unggul dan mampu melahirkan berbagai macam inovasi yang mendongkrak pembangunan daerah.

Wendy menambahkan seluruh kementerian/lembaga harus bekerja sama menyiapkan pemuda menjadi berkualitas di masa mendatang sejak sebelum kelahiran terjadi.

Dengan demikian, kesehatan dapat terjaga dan tiap-tiap daerah dapat berkembang dengan baik karena memiliki pemuda-pemuda cerdas yang mengisi atau menjadi pemecah masalah daerah tersebut.

“Kita memang terlambat, tapi lebih baik daripada tidak sama sekali. Itu (pemetaan, red.) yang harus kita siapkan dari sekarang, kita harus bersama-sama, bekerja sama. Saya bahkan mendengar di banyak negara, ada komisi khusus yang menangani bonus demografi ini supaya sinergi antarkementerian (tetap terjaga, red.),” ujar dia.

Baca juga: Kualitas sumber daya manusia jadi tantangan utama bonus demografi
Baca juga: BKKBN: Penuaan penduduk dapat dimanfaatkan sebagai bonus demografi


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022