Labuan Bajo, NTT (ANTARA) - Inisiatif G20 Empower, yang fokus pada upaya akselerasi kepemimpinan perempuan di forum 20 ekonomi terbesar dunia (Group of Twenty/G20), menyoroti pentingnya pemberdayaan perempuan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai salah satu isu prioritas yang diusung presidensi Indonesia.

“Perempuan adalah poros ekonomi, apalagi setelah pandemi, jadi di issue note ini kami berbicara dengan seluruh negara-negara G20, bagaimana peran aktif perusahaan untuk meningkatkan perempuan-perempuan UMKM,” kata Yessi D Yosetya yang mengetuai G20 Empower dalam presidensi Indonesia tahun ini, di sela-sela kegiatan 2nd G20 Sherpa Meeting di Labuan Bajo, NTT, Senin.

G20 merupakan platform aliansi antara sektor swasta dan pemerintah, sehingga dapat menggandeng keterlibatan para pelaku usaha di tingkat perusahaan.

Kombinasi antara kedua aktor dalam satu platform, menurut Yessi, memastikan adanya rencana aksi konkret yang dapat diimplementasikan dari hasil diskusi dan negosiasi G20 Empower.

“Khususnya yang akan kami fokuskan adalah bagaimana akses finansial pagi perempuan-perempuan di UKM supaya mereka bisa meningkatkan bisnis,” ujar Yessi yang mengatakan bahwa skema tersebut merupakan salah satu bentuk implementasi konkret dari isu prioritas G20 Empower dalam presidensi Indonesia, bagi masyarakat dalam negeri.

Dia menjelaskan bahwa dalam sidang pleno kedua G20 Empower, terdapat sejumlah tantangan serupa yang dihadapi oleh seluruh negara-negara anggota G20. Salah satunya terkait akses terhadap pendanaan.

“Jadi yang kita dapatkan adalah perempuan-perempuan tidak hanya kurang melek dari sisi finansial tetapi juga akses pada saat dilakukannya credit scoring, misalnya, itu masih belum setara,” kata Yessi.

Selain itu, masih minimnya pengetahuan di bidang bisnis juga menjadi kendala. Perempuan pelaku bisnis kerap tak memiliki pengetahuan mendalam terkait pengelolaan bisnis sehingga perlu diadakan pelatihan.

Kemudian terkait teknologi, tingkat pemanfaatan teknologi yang terbilang cukup tinggi di kalangan perempuan, terutama para pelaku bisnis, ternyata belum mencerminkan penggunaan yang terhitung produktif, sehingga pelatihan teknologi juga menjadi salah satu inisiatif yang dibahas.

Literasi Digital

Pernyataan senada dikatakan oleh Ketua Digital Economy Working Group G20 Mira Tayyiba, yang mengatakan bahwa pihaknya telah membahas salah satu isu prioritas DEWG terkait kesenjangan literasi.

“Ini bukan saja kesenjangan infrastruktur, tetapi juga kesenjangan kemampuan menggunakannya secara bertanggungjawab dan bermanfaat,” ujar Mira yang juga merupakan Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.

Menurutnya, penggunaan infrastruktur digital bukan hanya soal akses semata, namun bagaimana pemanfaatannya dapat bermakna dan dilakukan secara bertanggung jawab.

“Misinformasi, disinformasi, hoaks, itu sudah sangat banyak. Kita sendiri merasakannya, apalagi kemarin saat pandemi,” tambahnya.

Kelompok-kelompok masyarakat yang terbilang rentan menjadi salah satu target dari isu prioritas DEWG tersebut. Dari mereka yang termasuk dalam kategori kelompok rentan yakni adalah pelaku UMKM serta perempuan.


Tantangan lain

Isu lain yang kerap ditemui terkait pemberdayaan perempuan pelaku UMKM di negara-negara anggota G20, menurut G20 Empower, adalah terkait infrastruktur, sehingga pada saat perempuan UMKM mau menjadi pelaku ekonomi, mereka juga perlu infrastruktur yang memadai.

Menurutnya, saat ini belum dirumuskan secara konkret bagaimana implementasi skema finansial tersebut, namun sedang dalam proses penyusunan terkait apa yang harus dilakukan agar para perempuan dapat menjadi pelaku ekonomi.

Selain terkait perempuan pelaku UMKM, G20 Empower juga membahas isu prioritas lainnya yakni terkait akuntabilitas korporasi terhadap kepemimpinan perempuan, serta membangun kekuatan digital dan kemampuan untuk dunia kerja masa depan.

Adapun menurut Rinawati Prihatiningsih, Co-Chair G20 Empower, pendampingan terhadap UMKM perlu dilakukan secara bertahap, yakni dari awal dimulai, lalu bagaimana usaha dapat berkembang, kemudian berjalan dengan berkelanjutan dan seterusnya.

Hal ini juga sedang digodok oleh G20 Empower, menuju konferensi tingkat menteri yang akan digelar pada akhir Agustus mendatang. Pertemuan Sherpa G20 kedua tersebut diselenggarakan mulai 10 hingga 14 Juli.

Kegiatan pada hari kedua mencakup sesi terkait digitalisasi, di mana Kelompok Kerja Ekonomi Digital, Pendidikan, Ketenagakerjaan, Perdagangan, Industri, dan Investasi, serta G20 Empower memberikan laporannya. Selain itu, sesi kedua tentang transisi energi juga digelar, yang melibatkan Kelompok Kerja Transisi Energi, Keberlanjutan Iklim, Pembangunan, dan Anti-Korupsi.

Sebelumnya, agenda para sherpa G20 pada hari pertama mencakup sesi Arsitektur Kesehatan Global, di mana Kelompok Kerja Pertanian, Pariwisata, dan Kesehatan memberikan laporannya, sesi diskusi, sesi pertemuan-pertemuan bilateral, serta gelaran Sherpa Talks yang dilaksanakan di atas kapal.

Perwakilan dari 19 negara anggota G20, enam negara undangan, dan sembilan organisasi internasional telah hadir untuk mengikuti berbagai agenda yang mencakup tiga isu prioritas presidensi Indonesia di G20, serta kunjungan ke sejumlah lokasi di Labuan Bajo seperti Taman Nasional Komodo dan Pulau Padar.

Sementara itu, sherpa dari satu negara anggota mengikuti kegiatan secara virtual yakni Amerika Serikat.

Anggota G20 terdiri atas Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

Baca juga: Kemenkominfo: Dua isu ekonomi digital jadi tantangan Indonesia di G20
Baca juga: Kadin dorong kolaborasi antarpemerintah di G20 dengan libatkan UMKM
Baca juga: Presidensi G20 Indonesia momentum wujudkan pemberdayaan perempuan




 

Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022