Jakarta (ANTARA) - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra T.G Talattov mendukung kemungkinan adanya pembatasan pembelian BBM bersubsidi oleh pemerintah berbasis data rumah tangga yang lebih efektif dan tepat sasaran di masa depan.

"Dengan melihat kemampuan ekonomi, penghasilan atau pengeluaran dari masing-masing rumah tangga," ujar Abra saat dihubungi oleh ANTARA di Jakarta, Selasa.

Head of Center of Food, Energy and Sustanaible Development INDEF itu mengatakan program pendataan berbasis rumah tangga ini lebih efektif, lebih tepat sasaran dan potensi penghematan konsumsi jauh lebih besar dibandingkan hanya berbasis kendaraan.

Dengan sistem ini, Abra menyebut masyarakat yang penghasilannya mepet diatas UMR masih dapat membeli BBM bersubsidi. Lalu, subsidi dapat tepat sasaran ke rumah tangga layaknya bantuan perlindungan sosial lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Kartu Sembako.

"Itu akan jauh lebih efektif dan menghindari terjadinya kebocoran," ujar Abra.

Namun demikian, menurut Abra, program ini membutuhkan waktu jangka panjang untuk proses eksekusinya. Pemerintah perlu menyiapkan data, melakukan sinkronisasi data hingga menyiapkan mekanisme penyaluran. Sehingga, menurut dia, alasan inilah yang belum membuat pemerintah mengambil opsi ini.

"Apabila mau diberlakukan tahun ini akan sulit," ujar Abra.

Oleh karena itu, Abra menyatakan cukup lega dengan adanya solusi alternatif pembatasan pembelian BBM bersubsidi berbasis kendaraan melalui MyPertamina. Untuk sementara, cara ini sangat mungkin dilakukan dalam jangka waktu singkat, karena berbasis kapasitas mesin kendaraan.

Abra berharap program yang mulai berjalan ini dapat mengendalikan distribusi subsidi yang sudah mendesak karena disparitas harga BBM subsidi dengan non subsidi yang semakin besar.

Saat ini, peralihan konsumen dari BBM non subsidi ke BBM subsidi sudah terjadi beberapa bulan terakhir. Pihaknya mencatat periode Maret- April 2022 terjadi peningkatan volume penjualan solar bersubsidi sebesar 7 persen. Lalu, pada periode yang sama volume penjualan pertalite meningkat sebesar 13,8 persen.

"Jadi, kedua produk ini membuktikan bahwa terjadi shifting konsumen dari non subsidi ke subsidi," ujar Abra.

Meski demikian, Abra juga mengingatkan masih adanya potensi ketidakefektifan dalam mengurangi kuota penjualan dari penerapan pengendalian BBM subsidi berbasis data kendaraan ini.

"Masyarakat yang memiliki roda empat dengan CC (kapasitas mesin) di bawah 1.500, dia bisa menikmati subsidi yang jauh lebih banyak dibandingkan kendaraan roda dua. Terus, kalau mereka punya dua kendaraan, mereka juga bisa membeli BBM subsidi," ujar Abra.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution mengatakan masyarakat yang merasa berhak menggunakan pertalite dan solar subsidi dapat mendaftarkan datanya melalui laman MyPertamina mulai 1 Juli 2022.

Ia mengatakan aturan ini berlandaskan pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 dan Surat Keputusan (SK) BPH Migas Nomor 4 Tahun 2020 yang bertujuan agar penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran.

Baca juga: Ekonom UI sebut pembatasan subsidi BBM dapat ringankan beban fiskal
Baca juga: Pengamat: Penyaluran BBM subsidi harus dibatasi dengan digitalisasi

Pewarta: Satyagraha/Muhammad Heriyanto
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022