Industri pengolahan berkontribusi sebesar 28,08 persen pada pertumbuhan ekonomi Riau pada 2021
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan industri pengolahan atau hilirisasi kelapa sawit telah berkontribusi signifikan bagi perekonomian daerah, termasuk pada kesejahteraan masyarakat.

"Industri pengolahan sawit kian berkembang, termasuk yang berada di kawasan industri Dumai. Bahkan, aktivitasnya mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian daerah," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Putu mengemukakan industri pengolahan berkontribusi sebesar 28,08 persen pada pertumbuhan ekonomi Riau pada 2021. Produk domestik regional bruto (PDRB) Riau merupakan yang terbesar kedua di Sumatra dan terbesar keenam secara nasional.

"Artinya, PDRB di Riau ini berbasis pada aktivitas sektor manufaktur. Sementara itu, secara khusus di Kota Dumai, kontribusi sektor industri pengolahan lebih dari 60 persen," katanya pada kunjungan kerja bersama Komisi VII DPR RI ke Kawasan Industri Dumai, Riau, Senin (11/7/2022).

Pada 2021, perekonomian Riau tumbuh 3,36 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 yang terkontraksi 1,13 persen akibat pandemi.

Putu menyampaikan aktivitas industri pengolahan sawit telah menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi, khususnya di luar Pulau Jawa, seperti Sumatra, Kalimantan, dan wilayah timur Indonesia. Selain itu, menggerakkan usaha kebun di daerah 3T (terluar, tertinggal, dan terdalam).

"Bahkan, multiplier effect dari aktivitas industri pengolahan sawit ini juga, telah menumbuhkan aglomerasi atau kawasan industri baru berbasis sawit seperti di Dumai (Riau), Sei Mangkei dan Kuala Tanjung (Sumatera Utara), Tarjun (Kalimantan Timur), dan Bitung (Sulawesi Utara)," katanya.

Ia mengatakan industri pengolahan sawit telah menyerap tenaga kerja langsung sekitar 5,2 juta orang dan menghidupi hingga 20 juta orang dalam rantai industri ini. Pada 2021, ekspor produk sawit mencapai 40,31 juta ton dengan nilai 35,79 miliar dolar AS, melonjak 56,63 persen dari 2020.

"Dalam kurun 10 tahun, ekspor produk turunan kelapa sawit meningkat cukup signifikan, dari 20 persen di tahun 2010 menjadi 80 persen pada 2020. Hal ini sesuai target peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2010," kata Putu.

Saat ini, lanjutnya, terdapat 168 jenis produk hilir kelapa sawit yang telah mampu diproduksi oleh industri dalam dalam negeri untuk keperluan pangan, fitofarmaka/nutrisi, bahan kimia/oleokimia, hingga bahan bakar terbarukan/biodiesel FAME. Sementara pada tahun 2011, hanya ada 54 jenis produk hilir kelapa sawit yang diproduksi.

Dalam visi hilirisasi tahun 2045, Indonesia menargetkan menjadi pusat produsen dan konsumen produk turunan minyak sawit dunia, sehingga mampu menjadi price setter (penentu harga) CPO global.

Adapun sejumlah kebijakan yang perlu dijalankan, antara lain peningkatan produktivitas, hilirisasi pada oleofood, oleokimia, dan biofuel, serta memperkuat ekosistem, tata kelola, dan capacity building.

Sementara itu, Direktur Perwilayahan Industri Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan menyatakan di Provinsi Riau terdapat tiga kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri (IUKI) yaitu kawasan industri dumai di Kota Dumai, Kawasan Industri Tenayan di Kota Pekanbaru dan Kawasan Industri Tanjung Buton di Kabupaten Siak. Ketiganya menempati lahan seluas kurang lebih 640 hektare.

Kawasan Industri Dumai (KID) menempati total lahan 316,74 hektare, yang selanjutnya akan dikembangkan hingga 2.448 hektare dengan realisasi investasi saat ini hampir Rp1,3 triliun dan telah menyerap tenaga kerja 2.500 orang.

Baca juga: Kemenperin ungkap pentingnya hilirisasi dalam pembangunan industri
Baca juga: Kemenperin fokus awasi pasokan dan distribusi minyak curah bersubsidi
Baca juga: Menperin dorong CPO diolah jadi produk lebih bernilai tambah

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022