Pekanbaru, (ANTARA News) - Lembaga perlindungan satwa internasional World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia khawatir lima ekor gajah yang telah ditangkap tim pawang gajah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau di Kelurahan Balai Raja Kabupaten Bengkalis, mati lagi seperti kasus-kasus gajah tangkapan sebelumnya. "Kami khawatir, gajah hasil tangkapan itu mati lagi, sebab telah berulang kali gajah tangkapan yang akan di relokasi ke tempat lain mati mengenaskan. Itu sebabnya kami menolak ada penangkapan gajah liar," ujar Koordinator Human Elephant Conplict Officer WWF Riau Nurchalis Fadhli di Pekanbaru, Kamis. Dinas Kehutanan Riau telah menganggarkan dana Rp300 juta untuk menangkap sepuluh ekor gajah di Balai Raja. Penangkapan dilakukan karena sekitar 39 ekor gajah yang sebetulnya bermukim di Suaka Margasatwa Balai Raja, sejak hampir sebulan terakhir menimbulkan konflik dengan masyarakat tempatan. Nurchalis mengakui, pihaknya menolak usulan Dinas Kehutanan Riau agar gajah yang mengganggu warga di Balai Raja itu direlokasi karena kuatir hewan langka itu mati pascapenangkapan sebab tidak ada perlakuan khusus seperti yang terjadi selama ini. "Selalu terjadi malapraktek baik saat penangkapan dan pasca penangkapan, terutama pengunaan obat bius yang berlebihan dan perlakuan buruk yang diterima gajah," katanya. Ia menyesalkan, sikap Dinas Kehutanan Riau yang mengambil keputusan melakukan penangkapan gajah padahal lokasi penempatan gajah belum ditentukan. "Belum dapat solusi apa-apa telah melakukan penangkapan dan relokasi, padahal tempat baru bagi gajah tersebut tidak ada," ujarnya. Ia menyayangkan tindakan buru-buru dengan anggaran daerah yang cukup besar itu, sebab akan menyebabkan hewan berbelalai itu mengalami stres dan mati. Sementara itu, Ketua Posko Amuk Gajah Duri Berton Panjaitan ketika dihubungi mengatakan, pihaknya juga kuatir hewan langka dunia itu mengalami stress dan mati karena hingga saat ini masih terikat dilokasi penangkapan. "Sudah hampir sepekan ke lima ekor gajah itu terikat di lokasi dan tidak dipindahkan. Kami kuatir ia mati disini," ujar Berton warga balai Raja yang juga korban amuk gajah. Ia mengakui, sejak tim penangkapan gajah turun ke Balai Raja, masyarakat di daerah itu telah dapat hidup normal dan setiap malam tidak lagi diganggu kawanan gajah. Bahkan, posko pengungsian di Kantor Kelurahan Balai Raja telah ditinggalkan pengungsi. Menurut Berton, setelah ditangkap tim kesulitan untuk memindahkannya karena tidak adanya lokasi baru bagi penempatan gajah liar itu, bahkan ada tarik ulur antara KSDA dan Dinas Kehutanan Riau. "Tidak ada solusi yang baik dari Dishut (Dinas Kehutanan) buat solusi tanpa pertimbangan. kami masyarakat jadi binggung gajah telah ditangkap tapi tidak segera dipindahkan," katanya. Bahkan, lanjut dia, pemerintah Kabupaten Bengkalis pun tidak memberikan keputusan untuk menyelamatkan hewan yang dilindungi Undang Undang itu. "Sampai kini ke lima ekor gajah itu masih terikat. Kami inginkan penyelesaian yang baik, gajah selamat, masyarakat juga selamat," ungkap Berton. Ia menambahkan kawasan hutan Balai Raja yang merupakan kawasan suaka margasatwa kondisinya kini telah rusak parah, dari 18.000 hektare areal peruntukan konservasi yang tersisa hanya sekitar 200 hektare.(*)

Copyright © ANTARA 2006