Bentuk syukur atas tumbuh suburnya padi merah
Sembalun, Lombok Timur (ANTARA) - Desa Sembalun Bumbung, Nusa Tenggara Barat, terletak di kaki Gunung Rinjani merupakan salah satu kawasan yang memiliki kekayaan alam yang subur, selain itu memiliki keanekaragaman tradisi dan budaya.

Desa ini sudah lama dikenal memiliki panorama nan indah memanjakan mata setiap pengunjungnya, dan kekayaan alam berupa gunung dan bukit yang mempesona.

Di era 80-an, Sembalun dikenal luas sebagai penghasil bawang putih nomor satu di belahan nusantara. Kini desa setempat setempat dikenal dengan penghasil sayur mayur dan strawberi.

Lantaran kesuburan alamnya, beraneka kekayaan hasil pertanian seperti strawberi, kentang, paprika dapat ditemui di Sembalun.

Selain kekayaan alam, Sembalun juga memiliki banyak situs budaya diantaranya. Keberadaan Desa Beleq (besar) dan Makom.

Desa Beleq merupakan desa pertama yang ada di wilayah kaki gunung Rinjani, yang didirikan oleh leluhur setempat yang menjadi cikal bakal masyarakat Sembalun dan kini menjadi desa adat.

Selain itu, bagi yang menyukai wisata budaya, Sembalun memiliki atraksi budaya unik bernama "Ritual Adat Ngayu-Ayu" yang digelar tiga tahun sekali.

"Ritual adat ini digelar tiga tahun sekali, ritual ini sebagai peringatan atas seluruh rangkaian kejadian masa lalu. Dan ritual ini berupa pengambilan air suci dari 13 mata air dan Sembalun", kata Muali, ketua panitia Ritual Adat Ngayu-Ayu Kamis (14/7).

"Ngayu-Ayu merupakan ritual peninggalan leluhur, yang mencerminkan rasa syukur terhadap anugerah Yang Maha Kuasa", imbuhnya.

Rangakian Ritual ini, lanjut Mahli mulai digelar di berugak desa di Sembalun Bumbung. Dengan memberangkatkan air hanya dari berugak desa menuju berugak Reban Bande.

Selain itu, makna dari ritual Ngayu-Ayu juga merupakan bentuk rasa syukur. Karena terhindar dari bencana dan penyakit, yang konon di zaman dahulu sering dialami masyarakat setempat.

"Selain itu, ritual Ngayu-Ayu merupakan bentuk syukur atas tumbuh suburnya padi merah (Pade abang). dimana tipikal tanaman ini tidak tumbuh di sembarang tempat", jelas Mahli

Sementara prosesi ritual Ngayu-Ayu berlangsung selama dua hari. Di hari pertama, pengumpulan air dari tujuh sumber mata air yang mengalir dan dimanfaatkan Masyarakat Sembalun.

Air didiamkan selama satu malam di rumah ketua adat. Keesokan harinya dikumpulkan menjadi satu di makom yang terletak di sebelah barat lapangan Sembalun Bumbung.

"Tujuan dari pengumpulan air dari tujuh sumber mata air ini, merupakan simbol atas rasa syukur masyarakat Sembalun atas berlimpahnya hasil bumi di tanah Sembalun", tuturnya.

Hari kedua, kata Mahli lebih lanjut dimulai dengan acara penyembelihan kerbau yang dilakukan oleh kiai adat atau keturunannya. Karena tidak boleh dilakukan oleh selain keturunan mangku tersebut.

Kemudian kepala kerbau ditanam sebagai pendek bumi (Pasak bumi / pengaman) Desa Sembalun dari bala bencana. Dagingnya dimasak untuk makan bersama (Begibung).

Setelah itu, digelar ritual Mafakin. dimana ritual ini para ketua adat membacakan bacaan selama prosesi penurunan bibit padi merah dari lembang sampai proses penyemaian.

"Lalu, masyarakat mengitari makom sebanyak sembilan kali putaran", kata Mahli.

Masing-masing mangku adat dan atau anaknya, menggendong air dari tujuh sumber mata airsebelum dikumpulkan menjadi satu di dalam makom.

Ritual adat Ngayu-Ayu berasal dari kata Ng= Ngumpulkan, A= Aik (Air), Y= Yaitu, U= Upacara, A= Adat Y= Yang U= Utama/pertama.

"Jadi Ngayu-Ayu maknanya mengumpulkan 13 mata air, dimana artinya upacara adat yang "Utama atau pertama", tutup Mahli.

Untuk diketahui, yang turut hadir dalam acara tersebut. Bupati Lombok Timur, HM Sukiman Azmy dan Wakil Bupati Lotim H Rumaksi beserta Forkopimda, Camat Sembalun dan tokoh masyarakat setempat.

Sementara para Sultan dan Ratu ikut serta hadir dalam acara itu sebanyak 40 orang termasuk dari Kerajaan Malaysia.

Berikut nama-nama sultan yang hadir yakni. 1.Sultan Demak, DYMM Surya Alam 2. Sultan Bintan, Huzrin Hood 3. Panembahan Demak, Ki Begug Purnomosidi, 4. Sultan Paser XVIII, Dr. Andrian Sulaeman, 5. R. Guntur Sukarnoputra, Tokoh Nasional, 6. Kandjeng Resi Mas’ud Thoyib, Sekjend Cendekiawan Keraton, 7.Kandjeng Resi Agus Firmansyah, Padepokan Sunda Bogor.

8.Kandjeng Anton MS, Majelis Ajaran Asli Nusantara, 9. Sultan Purnama Agung, Ferizal Ridwan, Minangkabau 50 Kota,
10. Sultan Sepuh Arianatareja, Jaenudin II Cirebon, 11. Pemangku Sultan Ternate, Boki Ratu Nita Budhi Susanti Mangaloa, 12. Tuanku Sultan Khalifah Raja Parit Batu Pasaman Kehasilan Kalam, Ym Ir. Riza Syahran Gani, 13. Raja Timbangaten, Prof. Dr. Asep Achmad Hidayat, 14. Raja Tiworo, Omputo Sangia Sidamangura II, La Ode Soleh Mangkauwany.

15.Resi Agung Mataram, Kandjeng Resi Herbayu, Padepokan Mangkubumi,16. Dato Seri Paduka Ramle, Malaysia, 17. Pangeran Syamsurizal, Kerajaan Mempawah Kalbar, 18.Pangeran Putri Herlina Kamal, Kandjeng Putri Kailas – Bali, 19. Pangeran Putri Zumi Kamal, Kandjeng Putri Kailas - Bali, 20. Bangsawan Yogyakarta, Roni Ningrat Kusumo, 21.Bangsawan Yogyakarta, Dr. Susetyowati ( Sekjend Dewan Adat Keraton Indonesia), 22. Kandjeng Imam Asih, Cilacap (Gerakan Kebajikan Nasional), 23. Raja Ponorogo, Heri Singodimedjo 24. Raja Istano Puti Ambang Bulan, Yudilfan Habib Datu Monti, 25. Pemangku Adat Luwu Sulsel, Opu Lete, 26. Bundasuri Mangkunegaran Solo, Prof. Erna Santoso, 27. Mahapatih Mangkualaman, KPH Mentarum.

28. Putra Mahkota Kerajaan Pajang, 29. Bangsawan Bulungan, Andi Tamsil, 30. Bangsawan Laiwoi, Anakia Sophan Suryanto, 31. Bangsawan Gowa, Andi Muh. Fadli Krg. Matarang, 32. Bangsawan Mempawah Kalbar, Pangeran Syamsulrizal, 33. Bangsawan Palembang, Ratu Ayu Marlina ( Diaspora Australia), 34. Bangsawan Palembang, Dr. can. Prihatin Kusdini, SH, MH, 35. Dr. Sri Herowanti Susilo, SE, SH, MH, PERHAKHI.

36.Spiritualis Internasional, Biang ( Belgia), 37. Edwin Fauzi Malaka, Sapati Ranometo Sultra, 38. Paguyuban Giri Samodra Nusantara, YM Henny Afrianty Layangsari Ayu, 39. Mohamad Rasanjon Bin Md Yunus. (Cultural Development, Malaysia), dan 40. Drs. H. Sukarja, M.Pd, Budayawan Yogyakarta.

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022