Makassar (ANTARA) - Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Selatan bersama Komisi IX DPR RI mengedukasi warga Kabupaten Barru dalam upaya pencegahan stunting.

Inspektur Utama BKKBN, Ari Dwikora Tono AK dalam keterangannya di Makassar, Senin, mengemukakan kegiatan sosialisasi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Program Percepatan Penurunan Stunting bertujuan meningkatkan pengetahuan dan peran serta pemerintah daerah, masyarakat dan keluarga dalam mengatasi stunting.

Ari Dwikora Tono AK mengemukakan upaya percepatan penurunan stunting nasional merupakan amanat Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan menunjuk BKKBN sebagai koordinator percepatan penurunan stunting nasional.

“BKKBN mendapat tugas baru dari Bapak Presiden, yaitu membantu pemerintah dalam rangka menurunkan angka stunting yang ditargetkan tahun 2024 turun menjadi 14 persen,” kata Ari Dwikora.

Baca juga: BKKBN Sulsel tangani stunting dengan meningkatkan SDM pendamping

BKKBN telah menerbitkan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 12 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia atau RAN PASTI.

“RAN PASTI menggunakan pendekatan keluarga berisiko stunting serta melibatkan multi-pihak, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan dan desa, serta pemangku kepentingan lainnya,” ucapnya.

Stunting saat ini menjadi permasalahan serius di Indonesia, Studi Status Gizi Indonesia atau SSGI tahun 2021 menyebutkan angka kasus stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen, artinya 1 dari 4 anak di Indonesia mengalami stunting.

Sementara WHO atau Badan Kesehatan Dunia memberikan toleransi tiap negara hanya sebesar 20 persen.

Angka prevalensi stunting Kabupaten Barru berdasarkan data SSGI tahun 2021 masih berada di angka 26,4 persen atau di atas Sulawesi Selatan sebesar 27,4, namun angka ini masih jauh dari target nasional 14 persen pada tahun 2024, sehingga perlu diturunkan 12,4 persen.

Bupati Barru Suardi Saleh mengatakan dalam pembangunan daerah, faktor keluarga harus menjadi pertimbangan. "Jika keluarga berkualitas, akan menjadi kekuatan dan pendorong pembangunan, tetapi jika sebaliknya bisa menjadi masalah dan penghambat pembangunan. Jika pertumbuhan penduduk tidak terkendali dan tidak berkualitas, apa yang kita rancang akan sulit kita wujudkan," tambah Suardi.

Anggota Komisi IX DPR RI Hasnah Syam yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Barru mengatakan BKKBN merupakan mitra kerja Komisi IX, dengan ruang lingkup tugas meliputi Bidang Kesehatan, Ketenagakerjaan dan Kependudukan.

Sehingga, kata dia, selain bermitra dengan BKKBN, juga bermitra dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan POM, BNP2TKI, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan.

Baca juga: Pakar: Stunting ancam bonus demografi 2045

Baca juga: 24 kabupaten/kota di Sulsel bersinergi turunkan kekerdilan


Hasnah mengatakan permasalahan stunting telah menjadi isu nasional, sebab stunting merupakan kondisi kekurangan gizi kronis pada anak yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan anak tumbuh lebih pendek dari anak seumurannya. Tetapi, anak pendek belum tentu stunting dan anak stunting sudah tentu pendek.

Masalah stunting bukan hanya terjadi pada keluarga yang kurang mampu secara ekonomi akibat keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan gizi anaknya, tetapi juga terjadi pada keluarga yang berkecukupan, karena pola asuh yang salah, seperti faktor kesibukan sehingga kurang memperhatikan gizi anaknya.

“Stunting pada anak jika tidak dicegah akan menjadi masalah pada kehidupan anak ke depan, dimana anak stunting pertumbuhannya akan terhambat, kecerdasannya menurun dan akan mudah terkena penyakit,” ujar Hasnah.

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022