Jakarta (ANTARA) - Koordinator Kampanye Iklim dan Energy Greenpeace Indonesia Tata Mustasya mendorong Indonesia merumuskan konsep dan mewujudkan transisi energi berkeadilan.

"Yang menjadi pekerjaan rumah adalah bagaimana kita bersama-sama bisa 'turunkan' (menerjemahkan) dan mengunci proses transisi yang berkeadilan di Indonesia," kata Tata dalam diskusi virtual Quo Vadis Transisi Energi di G20? Refleksi atas Hasil KTT G7 Jerman di Jakarta, Selasa.

Ia menuturkan pembahasan yang ada dan akan datang harus bisa diterjemahkan menjadi suatu konsep implementatif dan aplikatif secara jelas untuk menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan dan tidak dilakukan dalam transisi energi berkeadilan di Indonesia.

Baca juga: Ketahanan energi berkeadilan jadi fokus pemerintah di tengah pandemi

Pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Elmau, Jerman, pada Juni 2022, menghasilkan sejumlah kesepakatan, seperti kolaborasi dengan negara berkembang termasuk Indonesia untuk mempercepat agenda energi bersih melalui program pendanaan Just Energy Transition Partnership.

Aktivis yang juga Managing Director dari 350.org Asia, Sisilia Nurmala Dewi menuturkan aspek berkeadilan perlu dirumuskan bersama-sama agar transisi energi tidak berdampak pada kelompok berpendapatan menengah ke bawah yang selama ini bergantung pada energi fosil.

"Aspek just (berkeadilan) itu yang perlu kita rumuskan bersama bagaimana transisi energi ini tidak justru semakin menyingkirkan mereka yang berpendapatan ke bawah dan terdampak dengan sistem energi kotor tadi, tapi sudah telanjur ketergantungan," ujarnya.

Aspek berkeadilan yang dituju terkait antara lain dengan kompensasi dan peningkatan kapasitas pekerja batu bara dan rehabilitasi lingkungan yang rusak akibat proyek batu bara.

"Bagaimana ini berkeadilan untuk pekerja, saya kira ini perlu terhubung dengan teman-teman buruh yang bergerak di isu buruh, karena buat mereka yang penting pekerjaannya terlindungi," tuturnya.

Sisilia mengatakan transisi energi dari energi fosil ke energi bersih dan terbarukan juga menjadi salah satu upaya penting untuk memenuhi komitmen nasional terhadap Perjanjian Paris.

Baca juga: Wujudkan energi berkeadilan, Ditjen EBTKE resmikan PLTMH di Desa Lubuk Bangkar

Baca juga: Pemerintah tegaskan komitmen wujudkan energi berkeadilan


Indonesia menargetkan penurunan gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong anggota G20 menjalankan transisi energi secara komprehensif dan hati-hati dalam menghadapi berbagai tantangan global dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan dan keberlanjutan.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengatakan selain fokus pada transisi energi, anggota G20 juga penting melakukan tindakan nyata untuk meningkatkan mekanisme mitigasi dan pasokan energi yang tangguh, termasuk di negara-negara berkembang yang sangat terpengaruh oleh kenaikan harga energi baru-baru ini.

Dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Kamis (21/4), ia menuturkan semua anggota G20 telah menetapkan net zero emission, termasuk Indonesia pada 2060.

"Dalam strategi jangka panjang, kami memperdalam peta jalan net zero emission 2060 melalui National Grand Strategy of Energy (GSEN) yang berupaya menyeimbangkan transisi energi bersih dengan ketahanan energi nasional," tuturnya.

***3****

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022