Kabupaten Bogor (ANTARA) - Kuasa hukum Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin, Dinalara Butar Butar menyebutkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeret kliennya ke kasus suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat tanpa melengkapi alat bukti.

"Di dalam dakwaan tidak ada disebutkan JPU (jaksa penuntut umum) tentang temuan hasil sadapan penyidik KPK terhadap pembicaraan yang dilakukan terdakwa AY untuk melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan," ujarnya saat membacakan eksepsi pada sidang kedua, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Rabu.

Menurutnya, mengacu pada Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penangkapan terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana, perlu dilengkapi dengan bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang sah.

Pasalnya, KPK usai penangkapan mengumumkan bahwa penjemputan Ade Yasin sebagai saksi di rumah dinas pada 27 April 2022 sebagai sebuah peristiwa operasi tangkap tangan (OTT).

"JPU tidak menjelaskan dalam dakwaannya apa dua alat bukti yang cukup yang dimiliki KPK, sehingga terdakwa harus di-OTT," kata Dinalara.

Kuasa hukum Ade Yasin lainnya, Roynal Pasaribu mengajak hakim menyoroti kualitas dakwaan yang disampaikan oleh JPU. Karena menurutnya terdapat banyak kejanggalan, sehingga tim kuasa hukum mengajukan keberatan.

"Apakah telah sesuai dengan norma-norma hukum, fakta dan bukti kejadian yang sebenarnya, ataukah rumusan delik dalam dakwaan itu hanya merupakan suatu ‘imaginer' atau ‘dongeng’ yang dapat menyudutkan terdakwa," katanya dalam sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Hera Kartiningsih.
Baca juga: Jaksa KPK jelaskan temuan BPK yang buat Ade Yasin menyuap pegawai BPK
Baca juga: Pengacara ajukan eksepsi bantah Ade Yasin suruh suap BPK



Menurutnya, Ade Yasin tidak terlibat praktik pemberian uang yang dilakukan oleh Ihsan Ayatullah sebagai Kepala Sub Bidang Kas Daerah Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor kepada pegawai BPK RI Perwakilan Jawa Barat.

Ia menduga, Ihsan memanfaatkan momentum untuk mencari keuntungan dari selisih uang yang dihimpun dari ASN dan penyedia jasa, kemudian hanya memberikan sebagian uang tersebut kepada pegawai BPK.

"Patut diduga Ihsan Ayatullah yang memanfaatkan situasi ini untuk memperkaya diri sendiri. Maka hal ini membuktikan tidak adanya subordinat dari Bupati kepada Ihsan Ayatullah," kata Roynal.

Dalam sidang kedua ini, Ade Yasin kembali tak dihadirkan ke dalam persidangan yang dilakukan di Ruang Sidang I Kusuma Atmadja, melainkan secara daring dari Rumah Tahanan (Rutan) KPK, Jakarta.

Sebelumnya, Ade Yasin didakwa oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai BPK yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.

"Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Budiman.
Baca juga: Pondok pesantren di Bogor gelar istigasah mendoakan Ade Yasin
Baca juga: Raja OTT tanggapi aksi "operasi tangkap tidur" Ade Yasin oleh KPK

Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022