Mataram (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir mendukung upaya kejaksaan dalam menangani kasus korupsi aset tanah milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat seluas 65 hektare di kawasan wisata Gili Trawangan.

"Pokoknya kalau itu merugikan negara, sikat saja," kata Adies Kadir di Mataram, Kamis.

Menurut dia, upaya kejaksaan yang sekaligus menjadi langkah tepat aparat penegak hukum (APH) dalam menyelamatkan aset tersebut sudah berjalan dengan baik.

Adies memastikannya usai mendengar pemaparan penanganan perkara korupsi kelas kakap dari pihak kejaksaan dalam kegiatan kunjungan kerja Komisi III DPR RI di Gedung Kejati NTB.

Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan juga menyampaikan hal senada. Ia mengatakan bahwa pihaknya akan mengawasi dan mengawal upaya penanganan dari APH.

"Pastinya kami kawal, kami awasi betul, kami berikan atensi, bagaimana yang di Mandalika, Rinjani, Gili Trawangan, ini banyak HPL pemprov yang bermasalah," ujar Arteria.

Kejati NTB pada tanggal 9 Februari 2022 menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati NTB Nomor: Print-02/N.2/Fd.1/02/2022 untuk penanganan perkara korupsi aset di Gili Trawangan.

Dasar pertimbangan Kejati NTB meningkatkan perkara tersebut ke tingkat penyidikan karena adanya perbuatan melanggar hukum. Penyidik telah menyusun agenda pemeriksaan saksi, ahli, hingga, upaya penelusuran potensi kerugian negara.

Namun, sejak adanya pergantian jabatan di lingkup Kejati NTB, di antaranya Kepala Kejati NTB berganti dari Tomo Sitepu kepada Sungarpin dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB dari Gunawan Wibisono kepada Ely Rahmawati, penyidikan kasus ini terkesan jalan di tempat.

Hingga sekarang belum ada kabar yang berkaitan dengan upaya kejaksaan melakukan pemeriksaan seperti agenda di awal kasus ini naik ke tahap penyidikan.

Seperti pemberitaan sebelumnya, penanganan kasus yang berasal dari laporan masyarakat ini mengarah pada dugaan pungutan liar (pungli) perihal pemanfaatan hak pengelolaan lahan (HPL) milik Pemprov NTB yang menjadi kesepakatan dalam kontrak produksi dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI).

Persoalan itu diduga muncul sejak 1998 ketika PT GTI kantongi kesepakatan kontrak produksi dari Pemprov NTB untuk kelola lahan.

Dalam periode tersebut, muncul dugaan sejumlah pihak yang mengambil keuntungan pribadi. Dugaan itu berkaitan dengan sewa lahan secara masif dan ilegal.

Kondisi terkini di areal seluas 65 hektare kawasan Gili Trawangan, sudah terdapat bangunan permanen yang sebagian besar menjadi ladang bisnis masyarakat penunjang pariwisata.

Pemetaan situasi di atas lahan tersebut juga telah dikantongi pihak kejaksaan. Hal itu didapatkan ketika Kejati NTB menjalankan tugas sebagai jaksa pengacara negara (JPN) untuk menyelamatkan dan menertibkan aset di kawasan wisata tersebut.

Penyelamatan aset ini agar dapat mendongkrak pendapatan asli daerah yang bakal mampu memberikan keuntungan hingga triliunan rupiah.

Baca juga: Kejati NTB: Kasus korupsi aset 6,9 hektare berpeluang naik penyidikan
Baca juga: Penetapan tersangka kasus korupsi aset LCC tunggu audit BPKP

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022