Edmonton, Alberta (ANTARA) - Paus Fransiskus dijadwalkan mendarat di Kanada pada Minggu dalam apa yang disebutnya sebagai "ziarah penebusan dosa".

Perjalanan ke Kanada itu bertujuan meminta maaf atas tindakan sewenang-wenang yang dialami anak-anak pribumi di sekolah-sekolah asrama yang sebagian besar dikelola oleh Katolik.

Dia diperkirakan akan mendarat di Edmonton di provinsi barat Alberta pada pukul 11.20 waktu Kanada pada Minggu (00.20WIB/ Senin). Edmonton adalah tempat pertama dari tiga lokasi yang dikunjungi Paus. Dia juga mengunjungi Kota Quebec dan Iqaluit, ibu kota wilayah Nunavut, dan pulang pada Jumat.

Pencadangan awal tiket gratis untuk umum dibicarakan dalam waktu 10 atau 20 menit setelah tersedia, kata juru bicara Konferensi Uskup Katolik Kanada (CCCB), yang mengatur perjalanan itu, kepada Reuters.

Penyelenggara mengatakan pencadangan terakhir tiket tersedia pada Jumat.

Ribuan tiket sedang disisihkan untuk penduduk asli yang selamat dari sekolah-sekolah asrama, menurut juru bicara CCCB. Para pemimpin adat di wilayah Traktat 6, lokasi kunjungan Paus di Alberta, mengatakan mereka kewalahan dengan permintaan dari para penyintas yang ingin hadir.

Antara tahun 1881 dan 1996 lebih dari 150.000 anak pribumi dipisahkan dari keluarga mereka dan dibawa ke sekolah asrama. Banyak anak kelaparan, dipukuli, dan dilecehkan secara seksual dalam sistem yang oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Kanada disebut "genosida budaya".

Meski para pemimpin Kanada telah mengetahui tentang tingginya jumlah anak-anak yang meninggal di sekolah-sekolah tersebut sejak 1907, masalah ini diangkat ke permukaan baru tahun lalu dengan penemuan-penemuan yang diduga kuburan tak bertanda di atau di dekat bekas sejumlah lokasi sekolah asrama itu.

Menanggapi tekanan yang berasal dari penemuan-penemuan itu, Paus Fransiskus awal tahun ini meminta maaf atas peran gereja Katolik di sekolah-sekolah itu selama kunjungan delegasi pribumi ke Vatikan.

Sekarang dia datang untuk meminta maaf di tanah Kanada. Tetapi para penyintas dan pemimpin adat mengatakan kepada Reuters bahwa mereka menginginkan lebih dari sekadar permintaan maaf.

Banyak yang menyerukan kompensasi finansial, pengembalian artefak pribumi, penyiaran catatan-catatan sekolah itu, dukungan untuk mengekstradisi tersangka pelaku pelecehan dan pencabutan doktrin abad ke-15 yang membenarkan perampasan kolonial terhadap masyarakat adat dalam bentuk maklumat, atau dekret kepausan.

Sumber: Reuters

Pewarta: Mulyo Sunyoto
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022