Harmonisasi standar protokol kesehatan untuk memastikan keamanan
Jakarta (ANTARA) - Wabah bukanlah hal yang baru dalam sejarah kehidupan manusia. Wabah yang berasal dari patogen telah menjadi ancaman serius dalam kelangsungan hidup manusia, seperti yang dicontohkan parasit Plasmodium pada malaria.

Patogen yang merupakan mikroparasit hanya dapat hidup dengan menempel pada inangnya, baik itu tumbuhan, hewan, maupun manusia. Mikroparasit tidak memberikan manfaat pada tubuh inangnya, justru dalam satu titik dapat merusak bahkan menyebabkan kematian.

Peneliti muda Universitas Gadjah Mada Arif Novianto dalam buku Panik! Pandemik COVID-19 Mengguncang Dunia, menyebut secara alami patogen ini berparasit pada hewan-hewan liar di kedalaman belantara atau lautan yang berusia jutaan tahun.

Patogen berparasit dari satu hewan ke hewan lain. Namun seiring waktu, kehidupan patogen semakin dekat dengan manusia akibat ekspolitasi secara besar-besaran. Dalam artian, ruang hidup mereka semakin tergeser tak lagi terisolasi.

Tanpa inang, patogen tak akan bisa hidup. Mereka membutuhkan medium untuk tetap hidup serta bermutasi. Jarak ruang hidup yang semakin dekat antara hewan liar dan manusia itu menyebabkan transmisi penularan yang disebut zoonosis: dari hewan ke manusia.

Sifat virus yang terus bermutasi membuat mereka semakin mudah untuk menularkan. Hal ini dapat berkaca pada virus SARS-CoV-2 yang hingga kini masih berlangsung di seluruh belahan dunia dengan berbagai variannya.

COVID-19 menular secara cepat sejak ditemukan di Wuhan China pada 2019. Hanya butuh beberapa bulan untuk membuat virus tersebut terdeteksi di hampir semua negara di dunia.

Cepatnya penularan COVID-19 antarnegara ini disinyalir karena belum siapnya para pemangku kebijakan global dalam merespon pandemi. Belum ada standarisasi kesehatan global yang menjadi rambu-rambu penanganan penyakit menular.

Baca juga: Kesehatan global jadi bahasan pembuka pertemuan Sherpa G20 ke-2

Baca juga: TIIWG G20 sepakat percepat arsitektur pemulihan kesehatan global


Standar protokol kesehatan

Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama dua tahun ini meluluhlantakkan sejumlah aspek seperti pendidikan, perdagangan, pariwisata, hingga menghambat mobilitas antarnegara.

Pembatasan mobilitas itu demi mencegah penyebaran penyakit infeksi tersebut. Membuka pintu masuk negara saat gelombang penularan tinggi sama saja dengan bunuh diri. Transmisi penularan menjadi tak akan terkendali.

Namun sejak gelombang pertama varian Omicron melandai di sejumlah negara termasuk Indonesia, pemerintah mulai melonggarkan pembatasan perjalanan sambil menerapkan langkah-langkah mitigasi risiko kesehatan.

Kendati demikian, setiap negara memiliki aturan yang berbeda-beda tergantung pada situasi dan kondisi di wilayahnya. Perbedaan standar dan keterbatasan sistem rekognisi dokumen tes swab dan sertifikat vaksin telah menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian pada proses perjalanan internasional. Kondisi tersebut berdampak pada peningkatan pembiayaan.

Untuk menjawab hal itu diperlukan harmonisasi standar protokol kesehatan yang bertujuan agar terdapat keseragaman di seluruh dunia terkait aturan PCR, karantina, vaksinasi, dan protokol kesehatan lainnya.

Juru Bicara G20 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan harmonisasi dilakukan melalui pendekatan berbasis risiko sambil mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti epidemiologi penyakit dan kapasitas sistem kesehatan.

Beberapa aspek penting dalam harmonisasi standar protokol kesehatan tersebut meliputi aspek politik dan hukum, kapasitas dan keterjangkauan negara, masalah etika, teknis, kemampuan beradaptasi dengan situasi yang berubah cepat, dan penggunaan teknologi.

Saat ini sejumlah negara memiliki aplikasi digital penerapan protokol kesehatan dengan versi berbeda-beda. Aplikasi PeduliLindungi yang dikembangkan Indonesia telah diakui di ASEAN dan Uni Eropa. Penggunaan aplikasi digital itu diharapkan turut mencegah penyebaran COVID-19 antarnegara. Namun tetap harus ada harmonisasi, agar semua upaya pencegahan COVID-19 silih terkoneksi.

Baca juga: Menkes: G20 selaraskan standar prokes global perjalanan internasional

Baca juga: Menlu RI tegaskan perlunya dunia perkuat arsitektur kesehatan global


Perahu yang sama

Dunia mulai berbenah dan upaya penanganan pandemi menuju babak baru. QR Code berstandar internasional menjadi nafas baru dalam upaya penanganan dan mempersempit ruang transmisi penularan.

Kendati masih dalam tahap uji coba dan penyeragaman antarnegara G20, namun sudah sepatutnya berbangga karena tak lama lagi pedoman standarisasi protokol kesehatan global untuk penanganan pandemi akan silih terhubung. Tak ada lagi sekat antarnegara.

Skema yang dikembangkan dalam QR Code menyatukan pola aplikasi, jaringan, atau sistem perangkat lunak semiotonom yang tersedia di masing-masing negara. Sistem itu dapat mengukur, memproses, bereksperimen, dan menerapkan teknologi yang berbeda.

Penerapan penyelarasan protokol kesehatan akan dimulai dari negara anggota G20 dan secara bertahap akan diperluas ke negara lainnya. Kendati standardisasi protokol kesehatan berlaku universal, setiap negara tetap diberikan fleksibilitas dalam menetapkan persyaratan pencegahan COVID-19.

Penyakit infeksi tak mengenal batas antarnegara dan pandemi memberikan pelajaran bahwa dunia saling terhubung. Dengan demikian, semua negara perlu bekerja sama dalam penyediaan informasi kesehatan secara digital seperti syarat pengujian dan hasil, sertifikat vaksinasi, dan aplikasi digital yang diakui antarnegara.

"Kita perlu harmonisasi standar protokol kesehatan untuk memastikan keamanan dalam mobilitas penduduk antarnegara serta membantu pemulihan ekonomi serta sosial," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi dalam The First G20 Health Working Group Meeting di Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Wabah yang berujung pada pandemi sejatinya akan terus hadir selama kehidupan di muka bumi masih ada. Tak ada yang bisa memperkirakan wabah apalagi yang akan datang di masa mendatang.

Namun yang pasti, seperti kata Martin Luther King lebih dari setengah abad yang lalu: "Kita semua mungkin menumpang kapal yang berbeda-beda, tetapi sekarang kita semua berada di kapal yang sama".

Dengan demikian pedoman protokol kesehatan global menjadi kunci dalam memperkuat sistem ketahanan kesehatan dunia.

Baca juga: Menkes: Penyelarasan standar prokes global dapat dimulai negara G20

Baca juga: QR code WHO untuk harmonisasi protokol kesehatan global

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022