Penanganan stunting tidak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah saja...
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso mengingatkan bahwa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) seseorang merupakan periode penting dalam mencegah stunting.

"Cara paling efektif untuk memutus mata rantai stunting dan mencegah kasus stunting baru adalah pada periode 1.000 hari pertama kehidupan," kata Teguh dalam jumpa media secara daring, Senin.

Sebagai informasi, 1.000 HPK adalah masa selama 270 hari dalam kandungan sampai dengan anak berusia 2 tahun.

Oleh karena itu, Teguh menilai penting bagi pemerintah maupun pihak terkait untuk terus aktif memberikan informasi dan edukasi secara masif kepada kelompok-kelompok sasaran utama dalam kurun waktu 1.000 hari pertama kehidupan tersebut.

Baca juga: Akademisi: Cegah stunting dengan konsumsi protein hewani

Adapun kelompok sasaran utama yang dimaksud adalah remaja (pranikah), calon pengantin, keluarga dengan ibu hamil dan ibu menyusui, keluarga dengan anak usia di bawah 2 tahun (baduta) dan keluarga dengan anak usia di bawah 5 tahun (balita).

Ia menjelaskan, 1.000 HPK dimulai sejak sembilan bulan dalam kandungan (270 hari), tahun pertama kelahiran (365 hari), dan tahun kedua kelahiran (365 hari).

Periode emas ini sangat penting karena seluruh organ penting dan sistem tubuh mulai terbentuk dengan pesat; mulai dari kesehatan saluran cerna, perkembangan organ metabolik, perkembangan kognitif, pertumbuhan fisik, dan kematangan sistem imun.

Teguh mengatakan, dengan penanganan stunting yang dimulai dari hulu, diharapkan target penurunan menjadi 14 persen di tahun 2024 bisa tercapai.

"Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, salah satunya adalah penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024, dari kondisi 27 persen di tahun 2019. Indikator dan penetapan target ini selaras dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan dan berkesinambungan," jelas Teguh.

Baca juga: Pakar rekomendasikan tambahan program cegah stunting bagi ibu menyusui

Lebih lanjut, ia memaparkan, berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita. Prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.

"Angka nasional ini mengingatkan bahwa kecepatan yang dilakukan 2,6 persen per tahun menuju target 2024. Sebuah laju yang menantang, jika dibandingkan dengan laju di tingkat global yang ada di angka 0,5 persen per tahun selama 2000-2021," kata Teguh.

"Namun, kita memiliki optimisme yang besar dimana target dapat dicapai melalui benchmarking yang baik dan modal yang kita miliki sebagai sebuah bangsa," imbuhnya.

Ia menambahkan, target tersebut diharapkan dapat tercapai dalam kurun waktu dua tahun mendatang dengan kolaborasi multipihak.

"Penanganan stunting tidak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah saja, tapi juga dilakukan secara pentahelix, berkolaborasi dengan perguruan tinggi, pihak swasta, masyarakat, serta termasuk di dalamnya pegiat media," kata Teguh.

Baca juga: BKKBN: Bidan berperan dalam penurunan stunting

Baca juga: Ahli: Cermati 1.000 HPK hindari terbentuknya gangguan perilaku anak

Baca juga: Perempuan punya peran signifikan untuk cegah masalah stunting

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022