Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa target  penurunan angka prevalensi kekerdilan pada anak (stunting) sudah sesuai dengan arahan dan indikator yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

“Berbagai indikator pembangunan manusia, telah ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024. Satu di antaranya adalah penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen di tahun 2024 dari kondisi 27 persen di tahun 2019,” kata Deputi Advokasi, Penggerakan dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso dalam Peluncuran ILM "Cegah Stunting Itu Penting" yang diikuti di Jakarta, Senin.

Teguh menuturkan bahwa stunting tetap menjadi fokus utama pemerintah dalam membangun sumber daya manusia yang unggul, meski telah mengalami penurunan menjadi 24,4 persen pada tahun 2021 yang lalu.

Stunting telah ditetapkan sebagai salah satu indikator pembangunan manusia, di mana target sasaran utamanya telah disesuaikan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk memenuhi tujuan pembangunan berkesinambungan (SDGs) yakni baduta dan balita.

Baca juga: BKKBN gunakan pendekatan keluarga lewat ILM untuk edukasi stunting

Baca juga: Keluarga punya peran dalam penurunan angka stunting


“Berdasarkan hasil perhitungan SSGI 2021, kita patut bersyukur bahwa prevalensi stunting nasional tahun 2021 menunjukkan penurunan dari tahun 2019 di angka 24,4 persen. Hasil ini tentu menunjukkan variabilitas di tingkat provinsi dan kabupaten dan kota yang perlu kita sikapi bersama,” ujar Teguh.

Penurunan stunting juga telah disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, di mana pemerintah ingin mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang, dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh dan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.

Sebab sumber daya yang berkualitas menjadi suatu pra syarat yang sangat menentukan bisa tidaknya Indonesia memiliki peluang untuk menikmati bonus demografi.

Teguh melanjutkan angka prevalensi nasional yang sudah diraih sejauh ini, perlu diakui cukup menantang karena Indonesia dituntut untuk setidaknya menurunkan angka stunting sebesar 2,6 persen per tahun bila ingin menuju target 14 persen di tahun 2024, saat laju penurunan di tingkat global hanya mencapai 0,5 persen per tahun selama periode 2000-2021.

Teguh optimis bahwa Indonesia berhasil mencapai target, utamanya karena penanganan stunting kini sedang digencarkan dengan menggunakan pendekatan keluarga yang menyasar sejak sebelum anak dilahirkan.

Dengan berbagai intervensi yang difokuskan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) seperti peningkatan edukasi keluarga, Teguh percaya mata rantai kejadian stunting dapat diputus dan kasus stunting baru dapat dicegah karena perubahan perilaku yang lebih baik akan terbentuk.

Dalam kesempatan itu, Teguh mengapresiasi semua pihak yang bersedia bergotong royong mempercepat penurunan stunting. Dia berharap kerja sama akan semakin erat demi masa depan anak bangsa yang sehat.

“Kita memiliki optimisme yang besar bahwa target ini dapat dicapai, melalui benchmarking praktik baik negara lain dan modalitas yang luar biasa yang dimiliki bangsa Indonesia. Kami sangat mengapresiasi semua pihak yang telah secara aktif ikut serta dalam upaya percepatan penurunan stunting dengan berbagai program yang telah dilakukan,” kata Teguh.*

Baca juga: Edukasi keluarga masih jadi tantangan dalam pencegahan stunting

Baca juga: BKKBN: Seribu hari pertama kehidupan krusial dalam pencegahan stunting


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022