"Anak-anak yang mengalami eror itu diajak maju sulit, belajar sulit, dan pekerjaannya hanya mengeloni atau bermain HP saja, dan lama kelamaan dia akan hidup di alam dan pikirannya sendiri,"
Pekanbaru (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Dr. (Hc) dr Hasto Wardoyo SPOG mengatakan berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesda) tahun 2018 mental anak-anak Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan (eror) sebesar 9,8 persen.

Pendataan Rikesda dilakukan lima tahun sekali-- anak Indonesia mengalami eror ini tercatat meningkat dibandingkan data Rikesda yang sama tahun 2013 yang hanya tercatat sebesar 6,1 persen.

"Anak-anak yang mengalami eror itu diajak maju sulit, belajar sulit, dan pekerjaannya hanya mengeloni atau bermain HP saja, dan lama kelamaan dia akan hidup di alam dan pikirannya sendiri," kata Hasto Wardoyo dalam keterangannya di Pekanbaru, Selasa.

Menurut dia, kondisi gangguan jiwa ringan terjadi karena mereka stres dan sering hidup di alamnya sendiri. Dengan adanya HP ternyata anak-anak sulit untuk diatur.
apalagi diajak untuk maju sulit.

Banyak anak justru menjadi banyak masalah, katanya, kenyataannya seperti itu sehingga dengan alat komunikasi yang hebat saat ini telah mengakibatkan anak susah diatur. Itu banyak terjadi di lingkungan kita, orangnya sehat semua namun demikian mereka telah mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan.

"Orang tua perlu meningkatkan kewaspadaan dan hati-hati ketika anak mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan itu agar tidak menjadi meningkat atau makin parah. Karenanya Tim Pendamping Keluarga berperan mendampingi keluarga tersebut," katanya.

Upaya pendampingan ini sangat diperlukan apalagi sekarang gangguan jiwa berat terhadap anak justru meningkat menjadi 7/1000 anak, dan keprihatian orang tua makin dalam ketika anak kecanduan narkoba mencapai 5,1 persen. Rutan penuh dengan tahanan anak yang tercatat 60 persen kasusnya adalah akibat kecanduan obat terlarang itu.

"Kita titip generasi muda kepada orang tuanya untuk mendapatkan pengasuhan, perawatan dan pengawasan yang baik agar jangan sampai mengalami gangguan mental berat sehingga anak harus punya pendidikan yang baik sekaligus dalam upaya meningkatkan kualitas SDM pada tahun 2035," katanya.
Baca juga: Rumah sakit jiwa Surakarta terima makin banyak pasien kecanduan ponsel
Baca juga: RSJ Jabar ungkap kasus anak ODGJ akibat penggunaan gawai berlebih
Baca juga: Anak ibu hamil depresi-cemas berpotensi alami gangguan kejiwaan

Pewarta: Frislidia
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022